Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Senin, 30 Mei 2011

Diskusi dengan Sularso tentang Ibnu Soedjono Part.2

| No comment
JAWABAN ATAS MDIS :
MENERUSKAN GAGASAN IBNOE SOEDJONO
ATAU MENGHABISI GAGASAN IBNOE SOEDJONO ?

Oleh : Suroto

Sungguh menarik membaca Draft-2 Makalah Bapak Sularso, selaku Ketua Pembina Yayasan Ibnoe Soedjono Center (ISC), dengan judul “Meneruskan Dakwah Ibnoe Soedjono”. Makalah tersebut saya dapatkan dari Bapak Djabarudin Djohan, ketua LSP2I dan atas izin Pak Djabar dan perkenan Pak Larso tentunya, bersama ini saya ingin memberikan tanggapan atas paper draft tersebut. Namun demikian, pada kesempatan ini juga sebelumnya saya sampaikan permohonan maaf kepada Pak Larso, karena tanggapan ini tentu sudah melenceng dari maksud dan tujuan disusunnya draft yang saya tahu adalah demi tujuan internal Yayasan. Tulisan ini semata-mata saya maksudkan untuk tujuan membangun wacana yang menurut penilaian saya pribadi, sebagai orang muda yang baru belajar koperasi, sangat jarang kita dapatkan lontaran-lontaran cerdas yang membangkitkan semangat seperti yang Pak Larso lontarkan dalam paper draft-2 tersebut.

Membaca pada paper draft-2 tersebut bersama ini saya ingin memberikan beberapa tanggapan dalam dua dimensi makro-ideologi dan mikro organisasi sebagai berikut : 

1. Koperasi ada karena koperasi berbeda dari bangun perusahaan yang lain (TIS) Upaya untuk mendapatkan definisi yang paling tepat mengenai kata koperasi tentu bukanlah hal yang mudah. Namun apabila di tinjau dari permashabannya setidaknya ada dua. Pertama kaum Nominalis, dan yang kedua adalah kaum esensialis. Kaum nominalis ini merujuk pada rumusan definisi legal formal, menurut undang-undang. Sementara Kaum Esensialis merumuskan definisinya menurut alasan adanya (raison D’etre), landasan filosofi, sejarah, dan apa yang terkandung dalam substansinya. Dalam masalah ini, menurut pandangan saya, Ibnoe Soedjono (IS) adalah seorang esensialis sejati, dan hal ini dapat kita lihat dari cara pandangnnya terhadap definisi koperasi Internasional versi ICA (ICIS), atau ILO (1966) dan dan atau UU yang tidak dianggapnya sebagai sebuah rumusan yang given sebagaimana juga definisi-definisi sebelumnya yang selalu dikoreksi oleh ICA sendiri tiap-tiap tiga dasawarsa.

Pertegasannya sebagai kaum esensialis ditunjukkan oleh IS dengan memberikan peringatan agar kita belajar koperasi tidak dari Undang-Undang, karena bagaimanapun UU itu adalah produk politik, tapi belajarlah koperasi dari sejarahnya yang juga tidak dapat dilihat semata-mata sebagai sejarah ekonomi tapi sejarah pemikiran sosial-ekonomi. Sebagaimana kita pahami bahwa koperasi lahir sebagai anak sejarah penindasan sistem kapitalisme dan koperasi adalah sesuatu yang berbeda dan merupakan sebuah alternatif yang sama sekali baru dari sistem-sistem main stream yang ada sebelumnya, apakah itu komunisme dan atau kapitalisme. Orientasi yang berbeda ini juga terlihat dari kemampuan koperasi untuk membangun sistem yang memang tidak hanya dapat dilihat dalam dimensi mikro organisasi saja, atau sebagai bangun perusahaan saja. Koperasi sebagai sistem nilai memiliki dimensi yang luas baik secara makro ideologi, mikro organisasi, sebagai wahana individualitas berikut sebagai bagian penting dari social change movement. 

Dalam pemikiran makro ideologi demikian, koperasi tentu bukan juga definisi legal seperti halnya yang kita pahami dalam UUD’45 versi amandemen dan atau UU No. 25 tahun 1992 yang hanya dilihat sebagai bangunan mikro organisasi perusahaan semata-mata.. Koperasi bukan sekadar pembeda dari organisasi perusahaan seperti halnya ; BUMN dalam model komunistis dan tentu persero dalam bangunan perusahaan yang bersifat kapitalistis. Hal ini juga pernah di tegaskan oleh Bung Hatta sebagai bapak Koperasi kita bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan itu (demokrasi) adalah koperasi. Sementara kita tahu bahwa perusahaan BUMN dan atau Swasta kapitalis ini adalah merupakan warisan Kolonial yang tidak pernah kita lakukan revisi. Persero atau PT adalah anak kandung dari sistem kapitalisme dan BUMN adalah anak kandung dari sistem ; komunisme.

2. Koperasi yang menganut jatidiri dengan nilai-nilai koperasi adalah perusahaan yang tidak bebas nilai, sedang perusahaan swasta adalah bebas nilai (TIS) Dalam konteks ini ambil saja satu contoh tentang gagasan nilai Keadilan yang merupakan nilai virtus yang bersifat tremendous ini. Dalam prinsip Persero tentu tak dapat diberikan rasa keadilan senyatanya karena bangunan sistem yang disusun menurut prinsip-prinsip eksploitasi. Kalau Bapak Sularso memberikan alasan pembenarnya adalah pada perusahaan mutual yang telah masuk dalam daftar proyek G300 ICA adalah tidak relevan karena bisa jadi maksud dan tujuan dari G300 ICA ini adalah untuk menggabungkan kepentingan publikasi resmi dari perusahaan yang digerakan dalam konsep “people driven” dan bukan “capital driven” yang tujuan bisa bersifat politis untuk memotivasi gerakan koperasi dunia agar meningkatkan pencapaian kinerjanya secara lebih baik seperti halnya yang dilakukan oleh persero-persero kapitalis. 

Perusahaan-perusahaan yang telah melakukan ESOP (Employee Share Ownership Plan) atau kepemilikan oleh karyawan juga belum dimasukkan oleh koperasi betapapun usaha-usaha ini juga dilakukan oleh gerakan koperasi, seperti yang dilakukan oleh Co-operative UK. Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan koperasi adalah inheren dan dalam Persero GCG adalah hanya semata-mata merupakan “kode etik”, sementara itu masalah Corporate Social Responsibility (CSR), semenjak detik pertama koperasi itu ada dalam dirinya sudah harus memiliki tanggungjawab sosial dan sebagai landasan alasan adanya (raison d’etre) koperasi, sementara dalam prinsip persero, CSR adalah kegiatan charity yang tak lebih dari upaya untuk memarketing diri. 

Kepentingan kapitalisme demikian ini bisa disebut sebagai kepentingan “karet berserap”, menyerap manfaat dalam rumus demonstrative effect iklan untuk mengambil manfaat eksploitasi yang lebih tinggi. Belum lagi kalau kita mendiskusikan lebih jauh dari makna Koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi. Sulit kita dapatkan bahwa ada bangunan demokrasi di tempat kerja kecuali seperti yang telah kita lihat dalam progresifitas inovatif sistem koperasi. Gagasan yang bersifat normatif ini adalah ‘clear’ apabila kita letakkan dalam tubuh filosofi dasar dari urusan pribadi (resprivata) dan urusan publik (respublika) yang di dalam sistem koperasi telah mendapatkan jaminannya. Koperasi adalah perusahaan yang tidak bebas nilai dan persero adalah perusahaan yang bebas nilai karena sifatnya. 

Koperasi memiliki keunggulan yang sudah jelas, masalahnya karena keunggulan koperasi tersebut selama ini lebih banyak disembunyikan bukan malah di promosikan. Tugas para pendakwah koperasilah sesungguhnya untuk memperkuat keunggulan ini. 3. Perbedaan tujuan antara perusahaan swasta yang mengejar profit sebesar-besarnya dengan tujuan koperasi maksimalisasi pelayanan (TIS). Orientasi mengejar profit bagi koperasi menurut hemat saya adalah kurang tepat karena memang berbeda secara filosofis maupun dalam konsep operasionalnya. Kalau konsep profit atau keuntungan adalah harga jual merupakan imbuhan tertentu dari harga pokok, dalam konsep benefit atau maksimalisasi pelayanan di koperasi harga jual adalah biaya yang harus dibayar atau dalam istilahnya adalah management at cost. Ini adalah merupakan keunggulan koperasi yang selama ini masih tersembunyi dan oleh banyak “elit-elit koperasi di Indonesia” cenderung disembunyikan sehingga koperasi di negara kita kurang dapat berkembang dengan baik.

Betapapun konsep perusahaan swasta kapitalis melakukan reorientasi pelayananya dari awalnya menganggap sebagai buyer, kemudian consumer, customer, client, dan yang ter upto date dalam istilah marketing mereka adalah partner, tetap saja tidak dapat melampaui pemikiran strategis maksimalisasi pelayanan koperasi yang menjadikan para penerima manfaat sebagai owner. Nilai manfaat (utility) dari kepemilikan dan manfaat sebagai dari sekadar sebagai obyek tentu sangat berbeda jauh. Jadi menurut hemat saya IS sudah ‘clear’, tantanganya adalah bagaimana konsep-konsep turunan yang bersifat manajerial dari model mikro organisasi ini dapat terus kita kembangkan.

4. Dalam kehidupan perekonomian global paham koperasi atau kooperativisme ditafsirkan sebagai jalan tengah antara kapitalisme dan komunisme. Akan tetapi dengan memudarnya komunisme maka kooperativisme diberi posisi sebagai alternatif bagi kapitalime (TIS). Kita semua tahu bahwa koperasi berawal dari toko kecil yang bernama Rochdale, dan tidak dapat di pungkiri bahwa sistem kapitalisme industrialis yang menindas pada waktu itu telah memunculkan dua pola reaksi yang berbeda, pertama secara Radikal yang mengikuti pandangan Karl Marx dan yang kedua adalah Evolusioner yang di pelopori oleh Robert Owen dan Wiliam King.

Dengan demikian koperasi ini memang merupakan sebuah alternatif pemikiran, dan dikatakan sebagai alternatif karena koperasi memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memilih bentuk organisasi, untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri. Sebagai alternatif pemikiran demikian maka memandang koperasi hanya sebagai perusahaan unsich tentulah tidak tepat. Menurut pendapat saya, koperasi adalah sebuah sistem nilai, dimana di dalamnya mencakup dimensi yang luas menyangkut ; makro ideologi, mikro organisasi, individualitet, dan sebagai gerakan perubahan sosial menuju masyarakat global yang lebih berkemanusian dan berkeadilan (humanistic global community). Karena sejarah pemikiran demikian maka koperasi bukanlah sub-system dari sistem main stream yang ada. Kalau persoalannya dia dapat bertahan di dalam sistem apapun, itu karena sifat koperasi yang cukup kenyal. Tapi koperasi adalah memiliki identitasnya sendiri, dan karena identitasnya tersebut maka koperasi ada. Selanjutnya persoalan skematika Pemilik adalah Pengguna Jasa tentu tidak relevan apabila dijadikan sebagai justifikasi bahwa koperasi itu adalah sekadar sub-system yang lain, karena logika pemilik adalah pengguna jasa dalam hal ini di dominasi oleh pemikiran co-operative consumer.

Padahal kita tahu lapangan usaha yang luas dalam bentuk apapun dapat dikerjakan dengan pola koperasi, seperti halnya worker’s co-op, producer’s co-op, Credit Union, dll. Contoh-contoh keberhasilan koperasi dalam menampung aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang semakin maju saat ini juga di tunjukkan dengan munculnya “Koperasi-koperasi Generasi Baru” (New Co-op Generation) seperti koperasi penguburan, kitchen music, koperasi photograpi sosial, hingga koperasi pemburu ular. Apalagi model pengelolaan listrik, telekomunikasi, dll yang sudah jelas siapa konsumennya. Saya memperkirakan, bahwa karena tuntutan transpraransi, pembagian yang adil atas jerih payah, demokratisasi segala sektor dan kesadaran masyarakat akan arti penting lingkungan yang sehat semakin menyeruak dimana-mana, maka koperasi akan menjadi bangunan organisasi futuristik yang relevan dimasa yang akan datang. 

5. Koperasi dengan jatidirinya memiliki kekhususan dan karenanya tidak bisa dilaksanakan dengan instrumen-instrumen non koperasi, dan penanganan masalahnya tidak dapat diserahkan kepada pihak lain. Enterprenurship dan managemen yang tidak dapat dipisahkan perkembangannya dari sistem ekonomi kapitalisme tidak dapat serta merta dilaksanakan untuk mencapai koperasi yang sebenarnya. Begitu pula standar akuntansi koperasi yang didasarkan atas konvensi organisasi akuntan (IAI; Ikatan Akuntan Indonesia) tidak dapat digunakan sebagai pedoman yang memenuhi arti koperasi yang sebenarnya. Akuntan publik atau auditor dan notaris tidak bisa menangani masalah koperasi karena tidak memahami jatidiri koperasi (TIS). 

Menanggapi masalah ini, saya kira kita semua tidak dapat mengelak bahwa hingga saat ini sistem perekonomian dan juga birokrasi yang kita warisi adalah menggunakan alur pemikiran sistem kapitalis sebagaimana diajarkan dalam pelajaran-pelajaran di sekolah dan kuliah di kampus-kampus formal. Karena itu kita semua terjebak dalam alur pemikiran yang kapitalistik demikian, maka kita sulit menciptakan alternatif-alternatif baru. Karena alasan adanya (raison d’etre) koperasi dan juga perbedaan yang prinsip maka menurut hemat saya, isntrumen-isntrumen operasionalnya harus diciptakan tersendiri seperti halnya Co-operative Accounting, basis pengukuran kinerja seperti Development Ladder Assesment (DLA) dll. Walaupun demikian, dalam banyak hal karena prinsip-prinsip menejemen itu juga bersifat netral maka koperasi tentu dapat memakainya.

Koperasi saya kira akan compatible apabila diukur dengan cara-cara yang compatible pula. Persoalan bahwa koperasi belum banyak memiliki instrument-instrumen pendukungan operasional yang memadai itu adalah merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi gerakan koperasi, bukan kemudian kita harus tunduk dan menyerah dengan cara-cara kerja yang kapitalistis. Seperti halnya demokrasi yang hanya akan berjalan karena orang-orang yang demokrat, pancisila yang akan berjalan dengan orang-orang pancasilais, maka koperasi juga hanya akan berjalan karena koperasiawan atau homo co-operativus. Mengenai masalah profesi, dapat kita ambil contoh seperti halnya seorang notaris, maka akan layak dan kredibel dalam menangani persoalan-persoalan koperasi apabila dirinya sendiri memang memiliki kredibilitas professional dalam bidang koperasi yang sesungguhnya bisa didapat dalam sekolah khusus perkoperasian bersertifikasi. 

6. UU 25 Tahun 1992 dianggap tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan koperasi sesuai dengan jatidirinya. UU 25 Tahun 1992 menyerahkan pembangunan koperasi kepada pemerintah. Definisi koperasi yang dirumuskan sebagai badan usaha dan prinsip-prinsip koperasi tidak sesuai dengan rumusan ICIS (TIS). Berbicara tentang UU No. 25 Tahun 1992 yang merumuskan definisi koperasi sebagai badan usaha menurut saya adalah karena kelemahan mendasar dari pemahaman para perumus-perumusnya dalam memahami filosofi koperasi, terlepas apakah ICIS yang sesungguhnya mengadopsi Rekomendasi ILO (1966) sudah ada atau belum.

Kelemahan mendasar lainya dapat kita lihat dari banyaknya pasal yang interventif terhadap koperasi dan mandulnya UU ini karena sifatnya yang tidak imperatif dan memiliki sanksi yang tegas. Karena banyak kelemahanya ini juga dapat kita lihat bahwa berbagai pelanggaran, penyimpangan dari quasi/pseudo koperasi tidak mendapatkan penaanganan yang tepat. Kelemahan mendasar ini dilapangan akhirnya banyak dimanfaatkan oleh para oportunis-oprtunis koperasi yang akhirnya merusak citra koperasi. Menurut saya, diakui atau tidak hancurnya citra koperasi, lemahnya kepemimpinan di koperasi juga turut disumbang oleh UU yang tidak kompatibel dengan Jatidiri koperasi tersebut. Menurut saya fungsi UU koperasi yang utama sesungguhnya adalah mengamankan jatidiri koperasi itu sendiri, yang sebetulnya sudah ada sejak koperasi itu sendiri berdiri. 

7. Sebenarnya sistem koperasi dapat berfungsi, andaikata para pemilik dan pemangku kepentingan (stakeholder) seperti gerakan koperasi, pemerintah, lembaga-lembaga dan tokoh masyarakat dan perguruan tinggi bersedia berbuat sesuatu dengan komitmen untuk membangun koperasi secara baik dan benar. Pemerintah masih diharapkan perannya dalam pengembangan koperasi (TIS). Pengembangan koperasi menurut saya bukan tanggungjawab Pemerintah, karena biasanya rakyat hanyalah dijadikan pelengkap. Gagasan mantan Presiden Gus Dur untuk membubarkan Kantor Departemen Koperasi saya kira lebih tepat. 

Another World Is Possible!
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Wacana
Tags : Wacana
Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Mewujudkan Koperasi yang Ideal Menuju Demokrasi Ekonomi Kerakyatan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana

Follow by Email

Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya