Istilah kapitalisme atau kapitalis sering kita dengarkan dalam berbagai pidato politik, hingga orasi-orasi jalanan. Kapitalisme sebagai adjective tidak dapat kita melepaskannya dari istilah kapitalisme yang dijadikan ideology atau “isme” mainstream dunia saat ini. Kapitalisme biasanya digunakan untuk menunjuk pada suatu faham tertentu atau lebih tepatnya ideologi tertentu. Bagi mereka para penganut paham ini disebut sebagai kaum kapitalis yang berarti menunjuk pada orang dan atau penganut dari paham tersebut. Paham ini yang karena sifat dasarnya tertutup bagi ideologi yang lainnya, menurut Frans Magnis Suseno disebut sebagai salah satu model ideologi tertutup (yang musti kita bedakan dengan istilah “agama”). Istilah kapitalisme atau kapitalis memang multi interpretatif dan sama rumitnya ketika kita membahas istilah “ideologi” itu sendiri. Agar kita tidak terjebak dalam problem terminologi yang biasanya justru menghancurkan substansi dari kontek pembahasan, maka kita perlu bangun dahulu istilah kapitalisme atau kapitalis ini setidaknnya untuk dapat menjawab pertanyaan sebetulnya apa itu pengertian dari kapitalisme? Siapa mereka yang disebut sebagai kelompok kapitalis?.
Ditinjau dari prinsip dasarnya, ajaran kapitalisme tentu tidak berkembang dengan sendirinya tanpa adanya suatu filosofi dasar yang mendasari pemikiran dari ajaran tersebut. Darwin sebagai bapak evolusi disebut-sebut sebagai peletak pemikiran awal dari perkembagan kapitalisme dengan dasar teori “persaingan”nya yang menyatakan bahwa hanya mereka yang kuat dan berhasil beradaptasi dengan lingkungannyalah mereka yang bertahan. Suatu dasar teori yang kontroversial dengan menyebutnya manusia sebagai keturunan primate, dengan sifat-sifat kebinatangannya yang rakus dan tamak.
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, kapitalisme baik dalam bentuknya yang masih ortodok telah memunculkan suatu perangai yang merusak sendi-sendi dasar moral kemanusiaan. Kita dapat lihat betapa revolusi industri pada awal abad 18 yang terjadi di eropa barat, telah menyebabkan kerusakan-kerusakan dimana-mana. Efek revolusi industri dan penguasaan modal akumulatif kaum kapitalis borjuis menjadikan bargaining pekerja atau buruh menjadi rendah. Upah buruh dibayar tidak layak bagi perikemanusiaan. Mereka mempekerjakan anak-anak di bawah usia kerja dan perempuan di pertambangan-pertambangan karena mau dibayar lebih murah dengan kualitas kerja yang sama dengan laki-laki dewasa. Hasil-hasil pertanian dibeli dengan murah dan seringkali di bawah nilai biaya produksi mereka. Demikian akhirnya menimbulkan gejolak politik dan sosial dimana-mana. Hingga melahirkan pemikir-pemikir besar seperti David Ricardo, Weber dan tokoh-tokoh sosialis besar seperti Saint Simon, Proundon, Wiliam King, Marx, Robert Owen dll.
Dalam keadaan yang carut-marut demikian munculah satu “isme” baru, Sosialisme yang lahir dari kandungan ibu kapitalisme sendiri, yang karena kelahirannya sebetulnya tidak dikehendaki, lebih cocok disebut sebagai anak haram. Konsep baru ini menurut G.D.H. Cole dalam volume pertama histori of socialist trought “mengatakan bahwa sosialis pertama kali dipakai tahun 1827 dalam Cooperative Magazine kaum Owenite dan kemudian” sosialisme pada tahun 1832 dalam jurnal La Globe milik Penganut Comte de Saint Simon.
Sosialisme sendiri tentu tidak akan sepopuler sekarang kalau tidak dijadikan sebagai simbol perlawanan bagi mereka yang menentang faham kapitalis. Kelompok yang sering disebut sebagai kelompok “kiri” yang berarti vis a vis terhadap mereka kelompok kapitalis yang biasanya diistilahkan sebagai kelompok yang eksploitatif dan kiri disebut sebagai bentuk perlawanannya sekaligus model alternatif ideologi baru yang saat ini dan terutama di eropa barat mulai popular dengan gerakan “kiri baru” sebagai bentuk perlawanan dari “kanan baru” yang dalam wujud senyatanya lebih sering kita menyebutnya neo-kapitalisme.
Neo-liberalisme dalam perkembangan peradaban seperti saat ini tidak lagi seperti semasa revolusi industi atau jaman sebelum kemerdekaan Republik ini yang bias disebut sebagai kapitalisme-imperialis atau kolonialis. Tapi perangai kapitalisme tentu tidak dapat melepaskan diri dari model kuasa segelintir orang terhadap rakyat kecil lemah yang banyak. Karena begitulah hukum yang berlaku dalam system kapitalis.
Ajakan kapitalisme ini juga dipersubur oleh doktrin Adam Smith Sang Pemimpin Besar dan pengajar kuliah umum “individualisme” dan “Laissez Faire” sekaligus dalam bukunya yang terkenal “An Inquiry in to the Nature and Causes of the Wealth of Nation” (1776). Dimana menyerahnkan seluruh pengaturan ekonomi kepada masyarakat dan fair competition. Suatu persyaratan yang tentu hanya berlaku kalau sejak awalnya kaum kapitalis tidak memiliki kuasa atas buruh dan petani. Demikian pengantar ini dan untuk analisa lebih lanjut dan dikaitkan dengan issue-isue kekinian dapat di lihat dari kuadran terlampir.
Purwokerto, 10-10-2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar