Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Senin, 30 Mei 2011

Perusahaan Pers Mahasiswa (Persma) Jebagai Jantung Perubahan

| No comment
Oleh: Suroto

Prolog

Bicara tentang Pers Mahasiswa (Persma) berarti kita sedang membahas dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan, lembaga Pers sebagai ruang aktualisasi jurnalistik disatu sisi dan idealisme mahasiswa disisi lain. Seperti halnya lembaga Pers pada umumnya, Persma tentu tak lepas dari kegiatan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dalam bentuk surat kabar, jurnal, majalah, media elektronik (cyber media) dan lain sebagainya. Namun sebagai karakternya yang khas mahasiswa, seringkali Persma membentuk opininya sendiri sebagai bagian dari politik pemberitaan. Menyuarakan idealisme gagasan, kebenaran dan keadilan, independensi yang seringkali tanpa tedeng!.

Tak dapat di pungkiri, pemberitaan Persma sering menjadi penyodok wacana pembaharuan dan ruang perlawanan bagi sebuah rezim yang lalim. Belum hilang dari ingatan kita, ketika Rezim despot Soeharto berkuasa, Persma diberbagai Perguruan Tinggi dibredel karena seringkali mengeluarkan kritik yang pedas dan membentuk opini perlawanan. Pada prinsipnya, Persma sejatinya tak hanya menjadi ruang aktualisasi jurnalistik semata, tapi karena karakternya yang khas mahasiswa sebagai bagian dari kelompok beruntung dibandingkan kelompok orang-orang muda lainya yang tidak mengenyam bangku Perguruan Tinggi memiliki tanggungjawab kelas yang lebih. Menjadikanya sebagai ruang kaderisasi perlawanan, dan menjadi garda bagi penyuaraan kebenaran yang hakiki.
Memang, banyak diantaranya Persma yang tidak saja karena lemah dalam fungsi kaderisasi dan juga pengelolaan Perusahaannya akhirnya banyak yang mengalami persoalan internal yang akhirnya menjadikan kendala tersendiri bagi Persma dalam mewartakan idealismenya. Hal ini terlihat dari seringkali minimnya penerbitan (atau terbit kadang-kadang), bahkan seringkali vacuum karena persoalanya secara sederhana dapat digambarkan sebagai kurangnya pengorganisasian sumberdaya yang memiliki daya lestari. Untuk itu, pada makalah ini penting untuk kita kaji, bagaimana sebaiknya Persma itu dikelola dalam basis perusahaannya? Model apa yang cocok untuk tetap dapat mempertahankan karakteristiknya sebagai media yang idealis ? Bagaimana langkah operasionalisasinya ?

Model Perusahaan Persma Yang Mandiri : mungkinkah ?

Terus terang saja, saya sendiri kurang dapat banyak referensi dari berbagai model pengelolaan Perusahaan Persma di Indonesia. Tapi sepengamatan saya (yang pernah jadi mahasiswa), melihat sistem pengelolaan Perusahaan Persma tak lebihnya sebagai sebuah pengelolaan unit-unit kegiatan mahasiswa (UKM) lainnya. Mereka mengandalkan usulan pendanaan kepada Fakultas atau Universitas/Perguruan Tinggi sebagai “induk semang”nya dari setiap kegiatan yang dilakukan (penerbitan, pendidikan, pelatihan, dll) dan atau ditambah dengan hasil-hasil pencarian sponsor dan donatur dari pihak luar (baca : iklan). Asumsi dasarnya adalah bahwa mereka adalah UKM, sebagai salah satu ruang aktualisasi mahasiswa pegiatnya untuk mengasah kemampuan jurnalistik mahasiswa sehingga pendanaan dari Fakultas adalah sah(walaupun jumlahnya seringkali sangat kecil). Lembaga Persma seringkali menjadi mandul karena kehilangan keotonomian dan kemandiriannya.

Kepemilikan Organisasi Perusahaan Persma pada umumnya juga tidak jelas. Sepengetahuan saya, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) tak lebih dari sebuah crown dari segelintir orang mahasiswa yang memiliki minat kejurnalistikan dan kemudian mereka mengklaim sebagai pemilik dari Perusahaan. Mendapatkan legitimasi dalam bentuk Surat Keputusan dari birokrat kampus mengenai kepengurusan mereka untuk mengeklaim pemanfaatan dana-dana bantuan (charity) dari Fakultas atau Universitas /Perguruan Tinggi sesuai dengan proyek aktivitas yang mereka usulkan seperti penerbitan, pendidikan dan pelatihan).

Pengelolaan keuangannya yang penting bagi daya dukung agar Perusahaan Persma memiliki daya lestari dan mandiri sering kurang diperhatikan. Kebanyakan Perusahaan Persma hanya dikelola dengan sistem manajemen keuangan yang sangat sederhana. Membukukan pemasukan dan kemudian pengeluaran, dan kemudian dihitung saldo(sisa)nya. Tiap-tiap Pengurusnya (baca : kru Perusahaan) menganggap bahwa surplus dari pengurangan pemasukan dan pengeluaranya adalah sebagai sebuah prestasi yang dicapai/ atau ketekoran yang harus ditanggung oleh para pegiat-pegiatnya. Sebagai sebuah pengalaman dari teman saya yang pernah aktif di Persma mengatakan, untuk sebuah bentuk pertanggungjawabannya kepada anggota (baca : kru Lembaga Persma), terpaksa harus mengeluarkan kocek dari sakunya pribadi.

Perusahaan Persma pada umumnya menurut saya terlihat sangat rapuh, tidak mampu mengimbangi visi idealisme dari kegiatan intinya (penerbitan) dan tidak memiliki kemandirian, daya lestari bagi tumbuh dan berkembangnya sebuah perusahaan media yang besar dan kokoh. Sesuatu yang seringkali sangat disayangkan bahwa Persma adalah sebagai bagian dari media alternatif masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai idealisme dan konsisten dalam menjaga independensinya.

Kapasitas manajemen Perusahaan Persma yang lemah akhirnya berdampak terhadap kegiatan utamanya, percetakan dan penerbitan!. Seringkali kita dapati, sebuah terbitan majalah yang direncanakan dapat kita nikmati secara periodik bulanan atau triwulanan namun khalayak pembaca terpaksa harus menyudahi untuk berlangganan hanya karena alasannya majalah tersebut tak dapat turun cetak lagi dan karena tak ada sponsor yang membiayai. Malah kadang terkesan sangat ironis, majalah Persma yang sedang gencar menghantam eksploitasi korporasi kapitalis, terpaksa harus menerbitkan majalahnya dengan mencantumkan logo-logo atau jargon produk/jasa korporasi kapitalis tersebut. Mungkin saja publik akan menerima, dan karena ada alasan kode etik Persma yang tak boleh berafiliasi dengan sebuah kepentingan “ideologi” tertentu atau dengan sebuah alasan lain, karena sebuah pendapat, urusan iklan adalah persoalan lain dan pemberitaan adalah sisi yang berbeda. Persma dihadapkan pada posisi delematis, terbit dan terpaksa harus “melacur’ atau tidak terbit sama sekali dan kemudian mati!.

Mungkin Persma perlu mengambil contoh lain dalam pengelolaan perusahaanya, seperti hidupnya berbagai koran komunitas yang di topang oleh para pelangganya, atau media alternatif lainya seperti blog yang murah dan efisien serta memiliki jarak jangkau yang menglobal. Pada dasarnya, Persma sebagai organisasi perusahaan sebaiknya harus menuangkan berbagai perubahan strategi agar organisasi perusahaannya memiliki daya lestari dan mandiri dalam memperjuangkan idealismenya. Kalau Perusahaan Persma ingin besar dan maju, harus ada rekomendasi program yang jelas dan secara konsisten dilakukan untuk membangun kapasitas organsisasi perusahaannya. Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) harus memandang dua hal yang sama penting dalam rangka membangun kapasitas pengelolaan redaksi maupun perusahaan agar LPM tumbuh menjadi organisasi yang otonom, mandiri dan disegani. LPM dalam visinya harus melakukan perubahan dalam model organisasi perusahaanya dan berkontribusi bagi proses pewartaan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat secara luas sebagai proses transformasi sosial yang memihak kepada yang lemah dan ditindasi.

Sesungguhnya kalau kita mau belajar dari sejarah organsiasi perusahaan Pers yang idealis, mungkin kita perlu belajar dari model pengelolaan Organisasi perusahaan pemberitaan (pers) yang satu ini (lihat www.ap.org). Perlu saya sampaikan disini bahwa organisasi perusahaan pemberitaan Associated Press (AP) ini adalah organisasi perusahaan pemberitaan tertua dan terluas di dunia. Koperasi (co-operative)Pemberitaan ini adalah perusahaan non profit yang memperkerjakan lebih dari 4000 orang jurnalis, memiliki 243 biro di 97 negara, menyuplai berita ke 121 negara, 5000 radio, 1700 US Daily dan penerima penghargaan pulitser terbanyak di dunia. Ini merupakan media alternatif yang ditujukan untuk melawan kepentingan kapitalisme media atau media kapitalis. Ini adalah organisasi media yang berbentuk koperasi (co-operative) yang dimiliki oleh para pelanggan dan jurnalisnya dan bukan basis media Korporasi yang kapitalis.[3] Sementara itu sebagai sebuah model lain adalah organisiasi Impact Visual, sebuah koperasi pemberitaan dan fotografi yang di miliki oleh para Fotografer dan Jurnalis-jurnalis muda dan memfokuskan pada kegiatan pemberitaan dan foto mengenai keadilan sosial dan cerita multibudaya. Mendokumentasikan gambar protes dari kelompok minoritas, dan subyek sosial lainya. Mereka penyuplai gambar dan berita bagi majalah-majalah, Koran, jurnal dan lain sebagainya. Lebih penting lagi Organisasi ini adalah organisasi kaderasi yang pas untuk orang-orang muda yang mau mengambil tanggungjawab lebih dari sekadar pemberitaan (Suroto: 2005, Youth Reinventing Co-operaitives).

Pertanyaan Untuk Membangun Perusahaan Persma Yang Berdaya Lestari

Berangkat dari latar belakang tersebut diatas dan melihat kondisi Perusahaan Persma pada umumnya, maka bersama ini saya ingin melontarkan serangkain pertanyaan pemancing untuk diskusi /workshop sebagai berikut :
  1. Apakah LPM tetap akan mengambil bentuk UKM yang sub-ordinatif (BEM, Fakultas?, Universitas? Dan lainya ?) seperti saat ini ?
  2. Apakah bentuk kepemilikan perusahaan yang ideal untuk LPM ? Apakah ada kemungkinan LPM memiliki Badan Hukum sendiri dan otonom? Dan tidak kapitalis?
  3. Apakah LPM perlu untuk meningkatkan kapasitas pengelola perusahaannya sebagai bagian yang sama pentingnya dengan kegiatan pengembangan Sumber Daya Manusia dalam mengelola Pemberitaan (baca : redaksi)?
  4. Apakah LPM perlu menyusun sebuah Neraca Perusahaan dan membuat laporan keuangan yang berstandard akuntansi agar memiliki daya lestari dan perkembangan dalam perusahaan ?
  5. Apakah LPM mau melakukan proses rekruitmen dan mengkampanyekan secara luas kepada calon anggota (mahasiswa) sebagai pemilik dan orang yang perlu diberdayakan organisasi perusahaan setiap hari?
  6. Maukah LPM membuat sistem kaderisasi bagi anggota-anggota barunya secara sistematis?, murah? Dan tepat waktu ?
  7. Apakah LPM mau menerapkan visi barunya sebagai Lembaga Pers yang membumi? Yang tidak hanya dimiliki oleh segelintir orang ?
  8. Maukah LPM menjadi organisasi inklusif (terbuka bagi orang lain bahkan non mahasiswa yang tidak memiliki akses terhadap kegiatan jurnalsitik? (baca : kru LPM)

Demikian paper pengantar ini, semoga bisa jadi bahan pemantik untuk diskusi-diskusi yang luas bagi proses pengembangan Lembaga Pers mahasiswa (LPM) agar menjadi lembaga/organisasi pemberitaan yang kuat, mandiri dan disegani serta memiliki basis yang jelas.

Purwokerto, 22 Juli 2008
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Wacana
Tags : Wacana
Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Mewujudkan Koperasi yang Ideal Menuju Demokrasi Ekonomi Kerakyatan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana

Follow by Email

Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya