Sebagai sistem ekonomi, kapitalisme dicirikan adanya ; kegiatan ekonomi dan kontrol keuangan oleh usaha-usaha besar milik privat dalam arti orang seorang maupun keluarga, akumulasi laba sebesar-besarnya dalam motif pencarian keuntungan (profit oriented), ekonomi pasar persaingan dominan yang ditopang dengan konsumerisme, penentuan harga tenaga kerja yang mengikuti mekanisme pasar.
Dalam sistem ini, negara bertindak untuk melayani kepentingan pasar yang didominasi oleh para pemilik modal kapital besar. Negara menyokong investasi dan kredit, perlindungan tarif bagi importir, serta hak-hak istimewa. Kapitalisme dalam tahap akumulatif dapat menjaga stabilitas dan memperbesar pembelanjaan militer. Bagi negara-negara penganut paham “kapitalisme pinggiran” seperti Indonesia misalnya, seringkali karena pendapatan melebihi pengeluaranya, negara tak ubahnya sebuah mesin pencari utang.
Sistem kapitalisme global yang dibungkus rapi dalam topeng karitas tetap saja tak dapat menyembunyikan wajah buruk sejatinya. Fakta-fakta menunjukkan bahwa kapitalisme telah menyumbang persoalan berat seperti marginalisasi masyarakat kebanyakan dalam bentuk kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan. Joseph Stigliz (2007) dalam bukunya “making globalization work” menuliskan fakta-fakta nyata betapa globalisasi berjalan dalam kondisi yang tidak seimbang diantara negara-negara miskin dan kaya.
Korporasi Multinational(MNC) dan Korporasi Transnasional (TNC) yang ditopang oleh ideologi “laissez faire” berusaha memupuk modal akumulatif tanpa mempertimbangkan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan. Kapitalisme memasang agensinya seperti IMF (International Monetery Fund), World Bank, World Trade Organization (WTO) untuk mengkampanyekan ; liberalisasi, deregulasi dan privatisasi. Melalui transaksi finansiil spekulatif dan monopoli korporasi, kapitalisme telah menyajikan laju pertumbuhan yang asimetris terhadap persoalan kemanusian secara luas.
Tata dunia saat ini adalah bentuk jejaring interdependensi umat manusia yang tidak lagi terikat oleh batas-batas teritori. Begitulah gambaran globalisasi tanpa batas teritori saat ini, yang oleh R.O Keohane dan Joseph S Nye (2000) dicirikan adanya keluasan (extencity), kekuatan (intencity), kecepatan (velocity) dan dampak (impact). Globalisasi memang bersifat multidimensional, namun demikian, globalisasi ekonomi senantiasa tampil paling dominan karena globalisasi ekonomi memiliki dampak yang nyata dibandingkan dengan bentuk globalisasi non-ekonomi ( Prakash dan Hart 1999). Dalam sektor ekonomi, kita dihadapkan pada tantangan jangka panjang dunia yang semakin liberal dengan aktor utama Mutinational dan Transnational Corporation (TNC’s /MNC’s) serta lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan dunia seperti International Monetery Fund (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO) yang merupakan anyaman yang sulur menyulur dari ekonomi global. Pasar bebas (free market) sebagai topangan hidup kepentingan dari kapitalisme mendikte segala bentuk kehidupan masyarakat, dan termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pembagian yang tidak adil ini terlihat dari disparitas sosial ekonomi yang semakin meningkat. Berdasarkan laporan PBB 1999 menunjukan bahwa 20 % orang di Negara maju menguasai 86% Produk Domestic Bruto dunia, menghasilkan 83% pasar ekspor dunia, 68% investasi asing dan 74 % saluran telepon dunia. Rata-rata pendapatan perkapita orang-orang kaya pada tahun 1966 adalah 30 kali lipat dari pendapatan kelompok miskin. Pada tahun 1999 perbandingan tersebut menjadi 82 kali lipat. Di Indonesia sendiri, total peredaran uang 70% ada di Jakarta dan 30 % lainnya tersebut ke seluruh pelosok tanah air. Dari total peredaran uang tersebut hanya dikuasai tidak lebih dari 3,5 % jumlah penduduk Indonesia. Menurut Stiijt pada tahun 1999, 15 keluarga di Indonesia menguasai kekayaan republik ini hingga lebih dari 40 % (Stijt, 2003, Sunarko, 2005).
Bagi Indonesia sendiri, kelihatannya kecenderungan yang ada terlihat bahwa, setelah 32 tahun kita hidup di bawah sistem patron klien negara-kapitalis (state-led capitalism), orientasi yang ada saat ini hanya mengarah pada sistem kapitalisme pasar (market-led capitalism). Kalau yang pertama kapitalisme bersekongkol dengan kekuasaan seorang despot, yang kita jalani saat ini sesunguhnya negara sendiri telah dibelengu oleh tuan kapitalis besar yang datang membawa kuasa uang.
Sosialisme-Marxisme menghendaki pemusatan kegiatan ekonomi, kontrol yang ketat pada pemilikan pribadi, memfungsikan negara sebagai mesin ideologi menuju transformasi pada sistem masyarakat tanpa kelas. Namun kita melihat kenyataan bahwa ide sosialisme-marxis tak mampu juga membuktikan dirinya sebagai kekuatan pengimbang. Banyak persoalan yang tak terpecahkan seperti tidak adanya konsep yang jelas dalam proses pemilikan perusahaan paska revolusi, dan proses membangun masyarakat yang dilandaskan pada konsep kesadaran hakiki, kecuali pengandalan pada mesin “kesadaran semu” yang mereka citakan. Sementara fakta sejarah menunjukkan juga bahwa di negara asalnya Eropa Timur, Rusia dan Yugoslavia, Rumania, revolusi sejatinya menuju masyarakat kelas ini juga tidak pernah kita lihat sebagai fakta empirikal yang meyakinkan.
Koperasi memang produk barat, tapi sebagai suara kemanusiaan terus mengalir ke seluruh penjuru dunia dan sedikit banyak telah mampu membuktikan dirinya sebagai gerakan yang efektif dalam jalan yang damai. Motif koperasi ini jelas, secara ideologis berusaha menciptakan tatanan sosial masyarakat yang lebih berperikemanusiaan dan berkeadilan melalui jalan demokrasi partisipatif. Sementara itu dalam alasan praktisnya juga kongkrit, dimana dengan membentuk atau bergabung bersama di koperasi, manfaat-manfaat dari barang atau jasa dapat diperoleh, diproduksi atau di pasarkan lebih baik daripada di salurkan melalui saluran swasta kapitalis atau negara.
Orientasi yang berbeda ini juga terlihat dari kemampuan koperasi untuk membangun sistem yang memang tidak hanya dapat dilihat dalam dimensi mikro organisasi saja, atau sebagai bangun perusahaan saja. Koperasi sebagai sistem nilai (value system)memiliki dimensi yang luas baik secara makro ideologi, mikro organisasi, sebagai wahana individualitas berikut sebagai bagian penting dari gerakan perubahan sosial (social change movement). Secara makro ideologi, koperasi bebicara tentang ideologi, sistem sosial ekonomi, politik (strategi) pembangunan, kebijakan. Secara mikro organisasi berbicara mengenai perusahaan, profesionalisme dan pengaturan/manajemen. Sebagai wahana idividualita koperasi bergerak dalam fungsinya untuk meningkatkan harga diri. Sebagai movement ingin mewujudkan nilai-nilai keadilan dan demokrasi partisipatorik.
Koperasi adalah bagunan sistem yang menginginkan terjadinya keadilan sosial ekonomi secara partisipatif. Dimana kita pahami bahwa suatu sistem ekonomi tentu tidak hanya sebuah perangkat institusional untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan yang ada, tapi juga sebagai suatu cara untuk menciptakan dan membentuk keinginan-keinginan di masa depan. Bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk memuaskan keinginan mereka saat ini bisa mempengaruhi keinginan yang akan mereka punyai kemudian, menjadi orang seperti apa kemudian. Karenanya harus di landaskan pada moral politik dan ekonomi. Mereka tidak hanya harus adil tapi juga disusun supaya mendorong sifat baik keadilan dalam mereka yang ambil bagian di dalamnya (John Rawl, 1995). Koperasi sebagai alternatif dari sistem yang ada, memiliki relevansi yang kuat untuk mewujudkan cita-citanya sebagai bangunan sistem sosial ekonomi yang memungkinkan terwujudnya keadilan. Sebab sesungguhnya tidak ada keadilan tanpa hidup bersama, dan tidak ada hidup bersama tanpa keadilan.
Sebagai bangunan mikro organisasi, perusahaan koperasi adalah bangunan perusahaan yang futuristik karena di dalamnya dijamin adanya akses sumberdaya, proses serta pembagian hasilnya secara adil dan merata dalam sistem economic patrone refund . Di dalam bangun perusahaan koperasi segala hal yang menyangkut urusan privat (res-privata) dan urusan publik (res-publika) mendapatkan tempat yang seimbang. Konsekwensi sosial dan juga hak-hak privat dijamin dalam sistem koperasi. Melalui perusahaan koperasi, semangat kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) dibangun dan profesionalisme berpengabdian (vocational) koperasi diajarkan.
Dalam dimensinya sebagai wahana individualita, koperasi memegang peran penting bagi terwujudnya masyarakat yang mandiri dan berkepribadian. Bagi masyarakat koperasi, struktur masyarakat yang pincang atas sebab dominasi, hegemoni, dikikis dengan selalu mengasah kepercayaan diri bagi tiap-tiap individu melalui model pendidikan koperasi. Ruang-ruang pendidikan koperasi adalah tempat belajar yang mencerdaskan dan memberikan inspirasi bagi munculnya pembaharuan-pembaharuan sosial di dalam struktur masyarakat.
Seperti halnya sistem nilai yang lain, koperasi membutuhkan sayap pergerakan, yaitu sebuah perjuangan bagi terwujudnya nilai-nilai universal ; keadilan, solidaritas, demokrasi, kejujuran/transparansi, dll yang merupakan nilai-nilai virtus yang selayaknya juga diperjuangkan bagi kita semua yang mencintai tatanan hidup yang lebih baik menuju masyarakat global yang lebih berkemanusian dan berkeadilan (humanistic global community). Karena sejarah pemikiran demikian maka koperasi bukanlah sub-sistem dari sistem mainstream yang ada. Kalau persoalannya dia dapat bertahan di dalam sistem apapun, itu karena sifat koperasi yang cukup kenyal. Tapi koperasi adalah memiliki identitasnya sendiri, dan karena identitasnya tersebut maka koperasi ada.
Perjalanan panjang perkoperasian di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa koperasi sebagai alternatif ternyata cukup efektif dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan dan arti keadilan sosial ekonomi bagi masyarakat. Hingga saat ini ada 224 anggota organisasi tingkat nasional maupun internasional yang menjadi anggota Internasional Co-operative Alliance(ICA)sebagai organisasi gerakan koperasi di tingkat global. Koperasi meliputi 1 milyard lebih anggota perorangan, dan 223 anggota perwakilan koperasi nasional dan organisasi internasional. Di Perancis : Credit Mutual, Banque Populaire, Credit Agricole menjadi bank kelas dunia, Di Swiss Migros dan Suisse menguasai 91 % pasar riteal. Desjardin Credit Union dan Credit Mutual adalah bank of The Year tahun 2010 di Canada dan Perancis. Kurang lebih 3 Milyard orang atau separoh dari jumlah penduduk dunia mendapat pekerjaan dari perluasan usaha-usaha koperasi.
Ada suatu fenomena yang menarik bahwa 10 negara-negara yang disebut sebagai pemilik Competitiveness Rangking Index 2010-2011 terbaik oleh World Economic Forum (WEF) adalah negara-negara dimana koperasi disana mampu menunjukkan dirinya sebagai pemberi manfaat-manfaat besar bagi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. Seperti Swiss, Findland, Sweden, Denmark, Singapore, USA, Jepang, Jerman, Belanda, Ingrish. Ini fakta bahwa koperasi telah mampu membuktikan dirinya sebagai countervailing dari sistem kapitalisme itu.
Dalam penyelenggaraan layanan publik yang demokratis, setidaknya harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut ; berorientasi pada pelayanan terbaik (non-profit), ada partisipasi langsung masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan pengawasan, dijamin adanya kesetaraan dalam pengelolaanya, perlindungan dana kembali (economic patrone refund) dari yang dibayarkan masyarakat, pertanggungjawaban pada masyarakat, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan administrasi dan keuangan, kesetaraan(non-diskriminasi) dan keberpihakan pada yang lemah.
Sampai saat ini kita memang belum punya sebuah pilihan yang mantap dan mau dibawa kemana sebetulnya visi dari fungsi-fungsi layanan publik kita ini. Ada kecenderungan bahwa fungsi-fungsi layanan publik kita yang semula negara sentris akan dibawa kearah proses kapitalistik melalui istilah privatisasi (swastanisasi) dan atau dibolak-balik kembali ke sistem state dengan jargon nasionalisme. Gejala ini terlihat dari ketidakmenentuan proses privatisasi dan nasionalisasi kembali beberapa fungsi layanan publik yang diselenggarakan dalam model BUMN.
Di republik ini kita kenal dengan dua model Badan Hukum yang merupakan subyek hukum yang diciptakan oleh hukum. Pertama, Badan Hukum Publik seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemerintah kota. Kedua adalah Badan Hukum Privat/Perdata seperti ; perseroan, yayasan, BUMN, perhimpunan,BHP, perhimpunan, perkumpulan, koperasi dll. Agar demokrasi berjalan, penyelenggaraan layanan publik dapat menggunakan bentuk-bentuk badan hukum perdata yang diakui oleh negara.
Kalau kita coba konstruksikan dari model pengelolaan dari badan-badan hukum perdata/Privat yang telah kita miliki selama ini maka ada tiga jenis. Pertama model pengelolaan oleh negara (pemerintah) murni. Kedua model swasta kapitalistis/feodalistik. Ketiga adalah model pengelolaan dari, oleh dan untuk masyarakat murni secara kolektif.
Pertama model kepemilikan/pengelolaan oleh negara. Di negara kita berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BHMN (Badan hukum Milik Negara), perusahaan jawatan, dan bahkan perseroan. Model kepemilikanya adalah oleh Pemerintah, dibiayai oleh pemerintah dan dikelola oleh Pemerintah dengan status karyawanya sebagai pegawai semi negeri (public servant). Landasan filosofinya karena pemerintah dipilih oleh rakyat dan melekat padanya otoritas tunggal bagi pengaturan tata hubungan sosial ekonomi warganya. Negara (baca : pemerintah) menjadi memiliki hak legitimasi mutlak bagi penyelenggaraan layanan publik atas biaya dari sumber-sumber pajak dan utang negara yang dibayarkan dan ditanggung oleh masyarakat.
Badan Hukum negara ini karena otoritas yang melekat padanya sangat kuat maka bisa menjadi kehilangan nafasnya untuk memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat dan seringkali malah berperilaku sebagai majikan atas asset-aset yang dikuasainya. Karena masyarakat adalah hanya sebagai obyek dari pelayanan, maka masyarakat tidak banyak terlibat. Termasuk dalam hal penjualan-penjualan asset negara ke pasar (privatisasi). Negara menjadi semau-maunya karena negara punya sifat memaksa. Tuntutan, keluhan masyarakat laksana anjing menggonggong kafilah berlalu.
Hampir setiap hari kita disuguhi berita tentang bobroknya bentuk layanan publik yang dikelola oleh negara ini. Selain birokratif, seringkali banyak pemborosan yang dilakukan oleh organisasi layanan publik model negara ini dengan istilah yang sangat permisif “in-efisiensi” yang bebannya ditanggung oleh masyarakat sebagai pembayar pajak. Cerita privatisasi (swastanisasi) adalah drama pengalihan yang skenario dan aktornya ditentukan sendiri oleh Pemerintah. BUMN ini diorientasikan juga oleh Pemerintah kita dalam rangka untuk mencari keuntungan (profit making). Bahkan bisa dijual ke swasta kapitalis dengan dalih untuk menutup defisit anggaaran.
Kedua, model kepemilikan swasta kapitalistik dan feodalistik. Bentuknya bisa seperti perseroan (PT), CV. Firma, UD, atau Yayasan. Model kepemilikannya adalah orang perorangan dan atau beberapa gelintir orang yang memiliki modal. Diinvestasi dan dibiayai oleh mereka para pemilik modalnya dan dalam proses pengaturanya digunakan prinsip otoritas dominan pada pemilik saham terbesar dalam prinsip satu saham satu suara (one share one vote) atau otoritas pendiri dan pengurus pada bentuk Yayasan.
Filosofinya ditekankan pada pemikiran bahwa apabila layanan publik diserahkan kepada swasta kapitalis/feodalistik model Perseroan atau Yayasan ini maka yang akan terjadi adalah fungsi layanan publik akan mendapatkan layanan prima karena akan terjadi efisiensi karena persaingan yang terjadi di pasar. Motifnyanya adalah untuk pencarian keuntungan(profit oriented). Pada masa kompetisi (persaingan) mungkin masyarakat akan banyak diuntungkan dengan harga murah, namun celakanya, karena kepemilikanya adalah bersifat perorangan atau oleh sekelompok orang yang memiliki modal besar, pada saat kepemilikan modal mereka menjadi akumulatif, maka yang muncul adalah monopoli di pasar itu sendiri. Konsep layanan publik yang dikelola oleh swasta kapitalis ini akan memunculkan tiran minoritas bagi kepentingan layanan moyoritas masyarakat.
Ketiga, model kepemilikan masyarakat kolektif. Kepemilikan/pengelolaan dari model ini sebetulnya di Indonesia sudah kita kenal dengan model Badan hukum koperasi. Investasinya dari masyarakat dan juga dapat dari pemerintah, dikelola oleh masyarakat dan ditujukan untuk melayani masyarakat. Prinsip kepemilikan dan otoritas pengambilan keputusanya adalah satu orang satu suara (one man one vote) karena berbeda dari model layanan sebelumnya, koperasi ini adalah bentuk dari perkumpulan orang (people base association) dan bukan perkumpulan modal (capital base association). Jumlah kepemilikan modal didalam sistem koperasi ini tidak dijadikan sebagai penentu, betapapun modal dianggap penting, didalam koperasi hanya sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan manfaat(benefit). Tujuan dari koperasi ini tidak bagi akumulasi keuntungan (profit oriented)tapi diorientasikan kepada fungsi peningkatan manfaat layanan (benefit oriented). Koperasi dalam layanannya juga bukan seperti dalam yang ada pada model Yayasan yang penekananya adalah karitas.
Di negara lain seperti negara maju seperti Amerika Serikat, Canada, Eropa Barat, Jepang, negara-negara skandinavia, Singapore dll hingga di negara-negara model sosialis baru seperti di Bolivia, dan Venesuela, model koperasi pemangku kepentingan (multistakeholder co-operative) ini juga digunakan sebagai alternatif badan hukum layanan publiknya. Seperti misalnya Amerika Serikat dalam pengelolaan infrastuktur listriknya dipedesaan, dan Bolivia dalam pengelolaan rumah sakitnya. Konsep Koperasi pemangku kepentingan (co-operative multistakeholder) adalah bentuk koperasi yang melibatkan seluruh komponen baik perwakilan pemerintah, pegawainya, masyarakat pengguna jasanya.
Penutup
Koperasi memberikan jaminan bagi setiap individu untuk bebas dari ketidakadilan, ketidaksetaraan, pengangguran, jerat utang, tidak efisiennya penggunaan modal sosial dan keuangan, penurunan produktivitas, serta anomi yang disebabkan oleh sistem kapitalisme.
Koperasi, bagaimanapun, tidak hanya merupakan tempat kepemilikan dan keputusan bersama, tetapi karena kepemilikan ekspansif mereka dan niat kolaboratif, mereka menawarkan kemungkinan lebih banyak pekerjaan. Dengan kata lain, jenis usaha yang dipilih dan jenis kepemilikan, dan model produksi yang sesuai, untuk sebagian besar, menentukan jenis perekonomian yang dapat dibangun dan bagaimana hal ini dapat melayani masyarakat secara luas.
Ekonomi kapitalistik dan sosialistik yang dicampur telah terbukti mengecewakan, karena sejumlah besar orang terus hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan, hidup di bawah tekanan yang besar dan kekecewaan. Pekerja juga jarang mendapatkan imbalan yang layak dari pekerjaan mereka.
Dengan kegagalan kapitalisme dan komunisme, beberapa sekarang mendukung demokrasi ekonomi berdasarkan prinsip koperasi. Ini berarti, bahwa sejauh mungkin, keputusan-keputusan ekonomi yang mempengaruhi kehidupan rakyat harus dibuat oleh mereka sendiri. Pada dasarnya, demokrasi yang lebih partisipatif, di mana pertumbuhan ekonomi akan menguntungkan sejumlah besar warga negara.
Sekarang sangat jelas bahwa pertumbuhan saja tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan. Baik itu dinegara maju maupun yang berkembang maupun terbelakang. Kualitas pertumbuhan harus memenuhi prinsip keadilan sehingga sejumlah besar pekerja berpartisipasi dalam semua aspek pertumbuhan ekonomi. Pada saat yang sama, filosofi koperasi diharapkan juga bertindak sebagai rem keserakahan berlebihan dalam konsumsi serta modernisasi jaman.
Pertanyaan kesejahteraan dan kebutuhan sosial ekonomi lainya, seperti kesehatan, dan asuransi, akan lebih baik bila diusahakan dalam sistem kolektif koperasi. Jaminan sosial, tabungan dan keuangan mikro adalah kegiatan normal dari koperasi dengan kepentingan tidak hanya untuk keuntungan tapi untuk kesejahteraan rakyat dan ini adalah apa koperasi telah sediakan.
Satu fakta kesesuaian koperasi adalah bahwa selama beberapa dekade terakhir ketika negara-negara di banyak daerah, seperti di Amerika Latin dan Asia, telah mengalami keruntuhan sistem keuangan mereka, dan lebih saat ini ketika semua ekonomi kapitalistik yang mendalam dalam krisis ekonomi, koperasi-menjalankan bisnis dan industri yang sebagian besar tetap tak terkena dampaknya. Diseluruh penjuru dunia, koperasi ketika krisis saat ini justru semakin menunjukkan pertumbuhannya.
Pada dasarnya, koperasi menawarkan sebuah arah baru bagi kemanusiaan, atas gagasan keadilan ekonomi dan sosial yang lebih adil dari sistem swasta kapitalis. Sistem kekenyalan kerjasama koperasi juga merupakan tantangan dalam rangka mengintegrasikan masyarakat agar pembangunan ini terasa lebih bermartabat dan berkelanjutan.
Purwokerto, 8 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar