Sebagai bagian penting dari gerakan koperasi dunia, KOPMA, walaupun banyak diantaranya yang belum menerapkan prinsip-prinsip koperasi secara penuh, tapi KOPMA-KOPMA di Indonesia telah burupaya secara bertahap menuju pada langkah-langkah perbaikkan kesana. Sebagian diantaranya telah mulai menunjukkan perbaikan-perbaikan tersebut dalam bentuk penegasan prinsip-prinsip dasar maupun perbaikan kualitas pelayanan yang bersifat teknis manajerial.
Contoh lain adalah Amerika, mahasiswa aktif bergabung dan mendirikan koperasi kos-kosan yang berdiri secara independen diluar urusan universitas dengan filosofi dasar 3 C (Cost, Community, Control). Cost (Biaya) berarti menghemat biaya hidup dengan menyusun menu makan bersama serta belanja kebutuhan sehari-hari di toko milik bersama. Community (komunitas) berarti mengerjakan kegiatan sosial kemasyarakatan bersama dari model rujak partai, seminar, workshop, kampanye dan lain sebagainya. Sementara Control (kontrol) berarti melakukan aktifitas pengawasan bersama dari hal-hal remeh temeh urusan organisasi hingga urusan publik seperti pengerahan demonstrasi atas penyimpangan kebijakan publik (Public Policies).
Secara historis perkembangan Kopma di negara kita yang demikian memang tidak terlepas dari upaya “Rekayasa Politik” Orde Baru untuk memberangus suara mahasiswa yang terkenal dengan istilah Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) pada tahun 1978, yang mana mahasiswa diawasi segala aktifitas sosial politik kemasyarakatanya dan diupayakan ditarik kedalam kampus dan di buatkan ruang-ruang aktualisasi diri dalam model senat mahasiswa (SEMA)dan juga unit kegiatan mahasiswa (UKM) seperti pramuka, Menwa dan Kopma. Hingga akhirnya, Kopma yang dalam proses pendirianya diawali secara top-down ini tak ubahnya sebagai sebuah menara gading yang tercerabut dari akar sosialnya. Menyibukan diri dalam kegiatan aktualisasi diri, belajar kewirausahaan dan manajemen bisnis untuk dijadikan bekal kemudian mengabdi di sektor kapitalis (Suroto dalam Ian MacPherson : 2005). Kelompok elit orang muda beruntung diantara jauh lebih banyak pemuda yang mengalami nasib buntung ini lupa akan hakekat koperasi sebagai gerakan perubahan sosial (social change movement) dan kegiatan perkoperasian yang dijalankannya. Bergerak bukan sebagai basis perjuangan bagi penegakan keadilan, dan demokrasi namun lebih banyak di pahami sebagai ruang aktualisasi diri semata-mata.
Gejala demikian terlihat dari aktifitas Kopma pada umumnya yang kurang bergairah karena lemahnya spirit atau roh perkoperasianya. Tidak banyak yang sadar dan menganggap koperasi sebagai bagian yang penting dalam kehidupan yang lestari. Bukti nyata yang tak dapat di pungkiri terlihat dari kecilnya transaksi anggota koperasi di koperasinya, hingga menyebabkan banyak Kopma mengalami defisit secara sumberdaya. Menurut catatan penelitian yang dilakukan oleh Darsono (2005), di Kopma-Kopma HKMY (Himpunan Koperasi Mahasiswa Yogyakarta) misalnya, jumlah transaksi anggota di koperasinya tidak lebih dari 10 persen (walaupun ada pengecualian pada salah satu Kopma).
Dampak lain yang muncul adalah terlihat dari minimnya kader-kader koperasi militan yang lahir dari rahim Kopma. Tidak banyak diantara kader-kader koperasi yang terlahir dari rahim Kopma ini. Sebagian yang lain tak lebih memanfaatkanya sebagai batu loncatan karier politiknya. Kader-kader Kopma terlihat terserak disana-sini namun sedikit dari mereka yang berani mengambil posisi strategis mengembangkan koperasi-koperasi di masyarakat luas, menjadi motor-motor penggerak koperasi sejati.
Sementara itu, sebagai organisasi payung KOPMA, FKKMI telah berdiri hampir 23 tahun silam, yaitu tahun 1988. Adalah organisasi yang pada awalnya disusun untuk menangani masalah-masalah aspek kemanfaatan yang tidak pernah didapat dengan afiliasi-afiliasi organisasi lainya, seperti KOPINDO, HIPMI, KADIN dan lain sebagainya. Walaupun belum terlihat adanya visi komprehensif pada awal berdirinya, namun demikian FKKMI juga telah menjadi pendorong berdirinya organisasi-organisasi di tingkat regional seperti ASBIKOM di Bandung, AKOMAS di Semarang, AKUKOPMA di wilayah Jabotabek, HKMY di wilayah Jogja dan lain sebagainya. FKKMI memberikan ruang yang lebih nyata dengan pendekatan aspek manfaat dan juga jalinan komunikasi yang dilakukan secara lebih intensif antar pelaku Kopma seluruh Indonesia.
Melihat kenyataan dari beberapa Kopma maka dapat di identifikasi beberapa permasalahan strategis sebagai berikut :
3. Pengembangan Wirausaha Kolektif dari anggota Kopma dengan rekomendasi :
- Monitoring dan konsultasi untuk memulai usaha baru
1. Apa sesungguhnya menurut anda Koperasi itu ? Bagaimana seharusnya Koperasi itu di kembangkan ?
Bandung, 16 April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar