Pemerintah dan DPR akhir-akhir ini sedang menyusun RUU Perdagangan untuk mengatur mekanisme perdagangan di dalam negeri maupun luar negeri. RUU ini diinusiasi oleh beberapa pihak sebagai bentuk legitimasi liberalisasi perdagangan internasional yang mengancam kepentingan nasional karena kesenjangan yang terjadi dari negara-negara maju dan berkembang dalam relasi kekuasaan ekonomi politik utara-selatan yang terjadi selama ini.
Kegiatan perdagangan sebagaimana kita tahu merupakan bentuk jual-beli barang/jasa yang berarti melibatkan kepentingan produsen dan juga konsumen. Suatu sistem perdagangan akan mengancam kepentingan nasional kalau tanpa pedulikan moral ethis apakah proses perdagangan tersebut eksploitatif atau tidak. Hal ini berlaku bagi siapapun, baik dalam mekanisme perdagangan lokal maupun internasional.
Ide perdagangan yang adil berakar pada inisiatif praktek perdagangan etis yang awalnya dikonseptualisasikan sebagai perdagangan alternatif’. Dimaksudkan untuk tidak mengejar keuntungan namun tempatkan visi sosial lebih tinggi diatas nilai ekonomi semata. Banyak inisiatif 'perdagangan alternatif' awal dimulai sebagai inisiatif pembangunan internasional yang dilakukan oleh organisasi non-profit.
Prasyarat utama bagi berlangsungnya perdagangan yang adil (fair trade) itu tentu harus dilakukan oleh perusahaan yang ethis dan juga bertindak secara ethis. Kalau pelaku usaha tersebut semata-mata hanya mengejar keuntungan (profit oriented) tentu tidak dapat disebut sebagai bentuk mekanisme yang adil karena bisa jadi dalam prosesnya perdagangan itu bisa bersifat ekploitatif, memeras atau menindas dari salah satu pihak yang lemah.
Sistem sertifikasi perdagangan yang adil yang menggunakan verifikasi konvensional pada produk selama ini hanya cocok untuk modus distribusi ekonomi yang terjadi di negara-negara maju yang tingkat konsumsinya besar. Organisasi sertifikasi perdagangan yang adil Fairtrade Labelling Organizations International (FLO), semacam TransFair di Amerika dan Canada, Fair Trade Federation di inggris, Max Havelaar dapat dikatakan telah abai terhadap persoalan substansi, sebab mereka hanya berhasil memverifikasi produk dengan standar konvensional fair trade tanpa melihat rantai nilai itu jatuh kepada siapa yang lebih diuntungkan.
Cara memverifikasinya sederhana, Sebuah sistem perdagangan yang adil harus mampu menunjukkan bahwa sistem perdagangan bersertifikat fair trade mampu mengatasi akar penyebab pemiskinan dan adil dalam jalinan hubungannya (Fridell 2007; Jaffee 2007 , Calo & Wise 2005; Milford 2004).
Model Koperasi
Koperasi adalah model alternatif bisnis yang tidak hanya mengoreksi sistem perdagangan yang adil, tapi juga memungkinkan untuk menciptakan sistem perdangangan lokal yang adil di dalam mekanisme perdagangan internasional. Model koperasi memberikan kerangka untuk mengkritisi isu-isu perdagangan yang adil dan menyediakan cara alternatif untuk mengatur perdagangan yang adil di Utara dengan cara yang mungkin lebih kondusif untuk mendukung ekonomi sosial lokal dan regional.
Koperasi dalam dimensi mikronya, menggunakan instrumen perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan oleh anggota-anggotanya. Koperasi dengan anggota berbagai ragam latar belakang sosial membangun mekanisme sistem bisnis yang terbuka bagi siapapun dan memberikan keuntungan yang layak bagi produsen dan konsumenya.
Gerakan koperasi seperti sekarang ini berakar di Eropa abad ke-19, di mana pragmatisme etika dan moral pria dan wanita dengan komitmen untuk kejujuran dan visi untuk tanggung jawab sosial yang masih digunakan untuk memandu perilaku koperasi dan pengambilan keputusan hari ini. Prinsip-prinsip yang asli adalah pencapaian pelopor Rochdale, yang pada tahun 1844 menyelenggarakan koperasi untuk melawan dan memberikan alternatif tempat bagi kejujuran pada pasar yang didominir sistem kapitalisme di Inggris.
Nilai-nilai dasar koperasi dioperasionalkan dalam prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka, Kontrol anggota yang demokratis, Partisipasi ekonomi anggota, Otonomi dan kemerdekaan, pendidikan, pelatihan dan informasi, Kerjasama antar koperasi,Kepedulian terhadap masyarakat.
Struktur koperasi berbeda dari perusahaan milik investor atau Investor Ownership Firms (IOFs). Semua anggota memberikan kontribusi ekonomi dan mendapatkan hak mereka tidak hanya untuk bagian yang sama dalam koperasi, tetapi juga tanggung jawab yang sama untuk mengendalikan.
Salah satu alasan utama untuk membangun koperasi baik dalam konteks Utara dan Selatan telah meningkatkan fungsi masyarakat terpinggirkan oleh perusahaan dalam situasi pasar yang ditandai oleh persaingan tidak sempurna. Koperasi terdiri dari makhluk kreatif individu, dan karenanya tujuannya berbeda, baik di dalam dan di antara mereka. Hal ini memiliki implikasi penting bagi cara mereka dapat beroperasi sebagai agen ekonomi di pasar yang dijalankan terutama oleh perusahaan-perusahaan milik investor (IOFs). Koperasi melayani baik fungsi sosial dan ekonomi. Manfaat ekonomi umumnya dalam bentuk "peningkatan daya saing, skala ekonomi, peluang kredit, inovasi dan pendidikan anggota" (Milford 2004:35). Inovasi didukung dalam koperasi melalui peningkatan akses terhadap informasi dan kemampuan teknis. Skala ekonomi koperasi mencapai kebutuhan kolektif seperti infrastruktur, kendaraan, toko, rumah sakit, dll. Selain mengelola skala ekonomi, koperasi membantu produsen menegosiasikan harga yang lebih baik.
Secara sosial, keterlibatan akar rumput dan partisipasi demokratis sebagai fungsi dari koperasi memiliki efek spin-off menciptakan modal sosial (yaitu diartikan kepercayaan, norma dan jaringan). Modal sosial diarahkan pada tujuan praktis seperti pemasaran umum membawa orang bersama-sama dalam contoh pertama, kemudian melalui pembentukan koordinasi jaringan, orang mulai lebih percaya satu sama lain dan lebih penting dari itu partisipasi menjadi norma. Kerjasama efektif tampaknya akan menjadi kunci untuk melibatkan masyarakat lokal dalam proses pembangunan sosial ekonomi. Namun, sementara koperasi memiliki fungsi sosial dan ekonomi yang penting di pertanian dan perdagangan yang adil. Koperasi dapat menjadi sarana memperluas perdagangan yang adil.
Paradigma pembangunan yang tempatkan usaha kecil dan menengah sebagai tempat pembinaan dan pemberdayaan sebetulnya adalah bentuk legitimasi atas sub-ordinasi yang kuat terhadap yang lemah yang gunakan negara biasanya sebagai instrumenya dengan dalih pemberdayaan. Ini adalah manifestasi dari konsep pengembangan perdagangan yang adil dengan strategi pasar konvensional yang sesuai dengan kebijakan 'pembangunan' bukan sebagai bentuk “solidaritas” setara seperti yang dikonsepsikan oleh koperasi.
The World Fair Trade Organization (WFTO) adalah asosiasi global dari Fair Trade yang terdiri dari asosiasi koperasi produsen, perusahaan pemasaran ekspor, importir, pengecer, jaringan Fair Trade nasional dan regional dan organisasi pendukung Fair Trade. WFTO menetapkan agenda untuk menerapkan strategi dan program untuk mengatasi kemiskinan, perubahan iklim dan krisis keuangan. WFTO yang baru dibentuk beroperasi di 70 negara di 5 daerah; Afrika, Asia, Eropa, Amerika Latin, dan Amerika Utara dan Pasifik, dan terdiri dari 350 organisasi berkomitmen untuk 100% Fair Trade. The WFTO adalah federasi global bisnis yang menggunakan standar yang sama dengan FLO-bersertifikat Fair Trade tetapi diverifikasi oleh self-assessment, ulasan bersama dan verifikasi eksternal. Fair Trade Organiztion (FTO) tanda yang digunakan oleh WFTO dan bukan sertifikasi produk, melainkan mengidentifikasi suatu organisasi sebagai milik sebuah jaringan global organisasi yang memiliki misi utama pada komitmen untuk perdagangan yang adil 100%.
Koperasi konsumen Rochdale menjadi norma bagi orang lain untuk mengikuti karena jelas menunjukkan sebuah model yang bekerja secara efektif untuk kepentingan bagi semua. Gerakan 'fair trade', seperti gerakan asli Koperasi Konsumen Rochdale yang tumbuh lambat pada awalnya, tetapi memperoleh momentum penting dalam dekade terakhir, sebagian karena inisiasi label Fair Trade FLO pada tahun 1997.
Model koperasi tidak hanya menyediakan kerangka kerja untuk mengkritisi isu-isu perdagangan yang adil, tetapi juga menyediakan cara alternatif untuk mengatur pasar Utara untuk perdagangan yang adil, dengan cara yang mungkin lebih kondusif untuk mendukung ekonomi sosial lokal dan regional yang kreatif. Model koperasi adalah organisasi perdagangan alami yang adil karena perusahaan koperasi adalah: dimiliki dan dikendalikan oleh anggota mereka, dari para anggota yang beragam. Demokrasi dan pembangunan sosial ditulis ke dalam standar untuk perdagangan yang adil dan sosial ekonomi yang mendukung.
Sebuah kemitraan perdagangan yang benar-benar adil membutuhkan suara yang sama, keuntungan yang sama, dan risiko yang sama antara semua pihak yang terlibat. Telah dikatakan bahwa konseptualisasi perdagangan yang adil lebih mewakili intervensi dari kemitraan (Paul 2005). Perdagangan yang adil selama ini hanya menormalkan ketidaksetaraan global, hubungan perdagangan kolonial kembali memberlakukan dan membuang peserta Selatan untuk ekspor -tanaman produksi. Dalam koperasi tidak ada 'orang lain', maka orang (secara teoritis) memiliki suara yang sama, bagian yang sama pada keuntungan, dan membawa risiko yang sama. Koperasi telah terbukti memiliki potensi untuk melayani sebagai inovator, pendidik, saluran informasi, pencipta modal sosial, dan penyedia pelayanan sosial, sementara pada saat yang sama berfungsi sebagai perusahaan demokratis yang efisien.
Tantangan terbesar untuk perdagangan yang adil adalah menemukan cara untuk memperluas gerakan sambil tetap setia pada satu perangkat prinsip. Gerakan fair trade bisa belajar banyak dari pengalaman koperasi. Koperasi tidak memilih keluar dari masyarakat pasar tapi bekerja di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan mendesak anggota. Sistem FLO cacat dan tidak sempurna dalam sistem partisipasinya. Partisipasi, terutama oleh konsumen, bersifat pasif dan tidak efektif. Bahkan, dapat dikatakan bahwa peran konsumen dalam perdagangan yang adil bersertifikat dirancang untuk 'tumpangan gratis' kepentingan kapitalistis. []
Jakarta, 21 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar