Akhir-akhir ini di beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia muncul sebuah perdebatan wacana mengenai Koperasi Kampus atau University Co-op. Dari perdebatan yang muncul, sebagian kecil telah ada yang yakin akan keunggulannya, sebagian lagi buru-buru menerima karena ada “bau proyek”nya, sebagian lagi menerima gagasannya tapi tidak berani menerapkannya, sebagian lagi menolaknya dengan berbagai alasan, dan sebagian lain yang paling banyak tidak tahu konsepnya. Layaknya agama baru, KOPPUS telah ada yang meyakini, ragu-ragu, menolak, dan belum tahu sama sekali.
Perlu dipahami, sebelum wacana KOPPUS digulirkan, telah berdiri koperasi-koperasi di lingkungan Kampus seperti Koperasi Mahasiswa (KOPMA), Koperasi Dosen(KOPDOS), ataupun Koperasi Karyawan (KOPKAR) yang sudah duluan berkembang di berbagai jenis Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta sejak tahun 1970-an. Seperti halnya koperasi-koperasi “fungsional” basis profesi lainnya, pada awalnya lebih banyak dikembangkan dalam pola pendekatan atas-bawah (top-down), ditandai dengan sistem keanggotaan yang otomatis, dikembangkan dalam lahan yang terbatasi, dilekatkan pada fungsi birokrasi pemerintahan (kampus), dan banyak diberikan fasilitas fisik ketimbang didukung dalam peningkatan kapasitas organisasinya. Konsep KOPPUS sendiri adalah merupakan hasil dari kritik wacana atas model pengembangan koperasi jalur fungsional yang lebih dominan berkembang di era rezim Orde Baru tersebut.
Di tinjau dari sistemnya, KOPPUS adalah merupakan upaya untuk mempromosikan model keunggulan sistem koperasi dibandingkan dengan model pengembangan koperasi yang telah ada di Kampus-Kampus di Indonesia sebelumnya (KOPMA, KOPDES, KOPKAR dsb). Dalam arti, KOPPUS diharapkan dapat menjadi pola manajemen yang lebih integratif dan memiliki cakupan pasar potensial yang dapat memenuhi skala ekonomi (economic of scale) yang lebih luas karena sifat keanggotaanya yang sesungguhnya terbuka bagi siapapun (mahasiswa, dosen, karyawan, alumni, orang tua mahasiswa, dan masyarakat di sekitar Kampus). KOPPUS sebagaimana telah mulai dan akan dikembangkan di lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia saat ini adalah merupakan model koperasi yang di dasarkan pada penjenisan kebutuhan anggota dan bukan pada aspek penggolongan status sosial tertentu, yang tunduk pada model prinsip koperasi konsumen pada umumnya.
Dengan asumsi bahwa KOPPUS adalah model koperasi integratif di lingkungan kampus, KOPPUS diharapkan dapat memberikan nilai manfaat bagi peningkatan kesejahteraan bersama melalui proses efisiensi kolektif dari para anggota-anggotanya dengan membentuk layanan-layanan usaha mandiri dan professional yang dikelola dari, oleh dan untuk anggotanya. Dalam hal ini, keberadaan KOPPUS di lingkungan kampus dapat juga dimaknai sebagai upaya untuk mengoptimalkan sumber-sumberdaya ekonomi dan sosial yang dimiliki Perguruan Tinggi menuju pada proses pencapaian visi kemandirian Perguruan Tinggi dalam rangka untuk menciptakan kualitas manusia yang unggul dari anggota yang berkepribadian utuh –sebagai manusia sosial ekonomi budaya yang multi dimensional.
Sebagaimana telah menjadi watak sosialnya, maka KOPPUS juga diharapkan mampu membangun dan meningkatkan “social capital” dari seluruh pemangku kepentingan kampus dalam konsep kesetaraan dalam mitra belajar dan bekerja. Mendorong dan menumbuhkan sikap hemat, swadaya dan kegiatan saling membantu antar sesama, bertanggungjawab, transparansi serta membina karakter secara menyeluruh. Pada prinsipnya, KOPPUS berfungsi mendorong terjadinya proses refomasi dalam kehidupan kampus yang pada giliranya juga pada masyarakat secara luas.
Dalam pengembangan organisasi primer KOPPUS bisa dipilih berbagai alternatif sebagai berikut :
1. Melakukan peleburan (Merjer), yaitu peleburan dari koperasi-koperasi yang ada di lingkungan kampus dengan cara dilakukan pembubaran terlebih dahulu dari masing-masing koperasi dan dibentuk badan hukum dan nama koperasi baru
2. Melakukan Amalgamasi, yaitu pengabungan dari beberapa koperasi dengan memakai nama salah satu koperasi penerima amalgamasi sebagai organisasi payung bersama dari koperasi-koperasi yang membubarkan diri dan menyatakan amalgamasi
3. Melakukan Perubahan AD/ART , yaitu proses membangun KOPPUS dengan mengamandemen sistem keanggotaan koperasi yang terbuka
4. Membentuk KOPPUS baru, yaitu mendirikan koperasi yang sama sekali baru di lingkugan kampus yang belum berdiri koperasi sebelumnya ;
Beberapa digali berdasarkan potensi yang ada di Kampus diantaranya adalah unit layanan ; simpan pinjam, asuransi, bookstore, warnet dan telekomunikasi, pasar swalayan, fotocopy, percetakan dan penerbitan, bengkel dan penjualan spare part, kantin/café, penjualan alat-alat elektronik, Training center , jasa konsultasi kesehatan, poliklinik dll. Adapun unit-unit aktifitas yang dapat dibentuk diantaranya adalah : club-club study, unit-unit riset, club seni dan olahraga, bazaar dan pameran, perlombaan-perlombaan, bursa teknologi dll.
Keberhasilan KOPPUS sebagaimana juga koperasi pada umumnya, dalam hal ini juga sangat ditentukkan oleh dua faktor utama ; pertama, kesadaran anggota yang dibangun melalui program-program pendidikan dan pelatihan perkoperasian yang sistematis dan terprogram secara berkelanjutan dan kedua adalah profesionalisme manajemen yang didukung dengan sistem transparansi pengelolaan.
Pada tanggal 15-16 Oktober 2007 lalu di Singapore telah diselenggarakan sebuah University Co-op Global Conference pertama yang tergabung dalam agenda rutin dua tahunan General Assembly International Co-operatives Alliance (ICA) yang dihadiri berbagai Koperasi Universitas perwakilan berbagai negara di seluruh dunia. Dari pertemuan tersebut menegaskan bahwa Pengembangan Koperasi Universitas diberbagai negeri adalah merupakan jaringan kerja yang tak terpisah dari komitmen gerakan koperasi internasional seperti ICA.
Menurut data statistik tahun 2006 ada sebanyak 3.663.365 orang mahasiswa yang terdapat di 3.441 Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta yang tersebar diseluruh penjuru tanah air. Jumlah ini bila ditambah dengan potensi keanggotaan KOPPUS yang terdiri dari dosen dan karyawan kurang lebih 400.000, alumni sebanyak 434.907 orang, terus ditambah orang tua mahasiswa dan masyarakat sekitarnya, maka keberadaan KOPPUS bukan saja akan bermakna strategis bagi peningkatan kesejahteraan, namun akan menjadi bagian dari organisasi yang cukup disegani. Semua sangat tergantung dari pelaku koperasi sendiri, beranikah kita memasuki dunia secara berani! []
Purwokerto, 29 Oktober 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar