Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Senin, 03 Maret 2014

Bank Sosial Berbasis Koperasi (Masukan Untuk Prof Dawam Raharjo)

| No comment

Oleh : Suroto

Profesor Dawam Raharjo telah menulis di kolom opini Kompas dengan judul “ Inklusi Finansial” (Kompas, 6/1/2014) dan “Kritik terhadap Perbankkan Syariah” (14/2/214).  Kritiknya dilayangkan terhadap praktek perbankkan di Indonesia (baik yang konvensional maupun syariah) yang semata berfungsi sebagai intermediari, sebagai lembaga “peternakan uang” (making money out of money), sebagai lembaga ribawi yang berorientasi profit untuk kepentingan investornya semata dan abai terhadap persoalan mendasar dari fungsi perbakkan seharusnya, sebagai agen pembangunan (agent of development).    


Hal menarik dalam kedua artikel tersebut, Prof Dawam Raharjo mengusulkan sebuah proposal mengenai Bank Sosial.  Sebuah sistem perbankkan yang berorientasi pada nasabahnya (user oriented firm), yang berarti memiliki kesamaan sistem dengan sistem perbankkan koperasi yang tempatkan anggota/nasabahnya sebagai subyek, pemilik dari bank tersebut. Koperasi kita tahu adalah organisasi orang(people base association)yang tempatkan visi kemanusiaan dan keadilan sebagai yang sentral ketimbang semata sebagai fungsi delivery fund dalam konsep inklusi finansial yang sedang digembar-gemborkan oleh World Bank (WB)akhir-akhir ini.

Dalam argumentasi historis, koperasi telah hasilkan dua modalitas penting kelembagaan.  Pertama adalah anggota pengguna koperasi sebagai konsumen yang diwakili oleh koperasi konsumen model “Rochdale”, koperasi kredit/credit union model “Raiffaisien”. Kedua adalah anggota pengguna sebagai produsen yang diwakili oleh koperasi produksi, dan koperasi pekerja model “Mondragon” (Robby Tulus, 2012). Sementara, sebagai model generasi koperasi baru, adalah model koperasi multistakeholder yang telah berkembang pesat di eropa akhir-akhir ini sebagai genre baru koperasi.

Konsepsi koperasi secara makro-ideologi itu ingin bangun visi keadilan, kemakmuran bagi semua orang dan bukan segelintir, dan ingin ciptakan sistem politik (strategi) pembangunan yang berorirentasi pada pemeerataan dari semata pertumbuhan. Secara filosofis, koperasi adalah konsepsi yang tidak bebas nilai dan secara human nature ingin kembangkan alternatif doktrin kerjasama yang berarti ingin kembangkan perdamaian, dan pertinggi modal sosial yang penting bagi pembangunan. 

Dalam konsepsi mikro organisasi, koperasi adalah merupakan perusahaan sosial yang di republik ini telah mendapatkan pengesyahan sebagai badan hukum perdata (rechtpersoon)dan menjadi organisasi perusahaan alternatif dari model perusahaan kapitalis. Efektifitas koperasi ini tidak hanya dalam wacana, tapi sudah menjadi praktek keseharian dari sekitar 1 milyard lebih anggotanya yang tersebar di 100 negara. 

Berangkat dari gagasan Prof Dawam Raharjo mengenai bank sosial, maka bersama ini perlu kami usulkan beberapa masukan strategis sebagai berikut :
Pertama, Bank yang akan didirikan baiknya adalah tetap gunakan badan hukum koperasi.  Ini bukan semata menyangkut pilihan badan hukum (rechtpersoon), namun secara regulatif, di Indonesia itu undang-undang sektoral yang menyangkut pengaturan lembaga-lembaga keuangan itu belum memadai kalau tidak mau dibilang malah tidak ada yang berfungsi untuk melindungi aspek kelembagaan koperasi yang penting bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi. Sementara langkah advokatif juga belum tampak dipermukaan. Sebagai contoh, dalam pola hubungan koperasi dan bank sentral (Bank Indonesia), maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahkan dalam undang-udang perbankkan itu sendiri. Tidak ada pasal-pasal yang dapat dijadikan sebagai pengakuan, perlindungan maupun distingsi atas jatidiri koperasi yang fungsinya sangat penting, (contoh : UU perbankkan syariah yang hanya mewajibkan badan hukum perseroan, UU perseroan yang keluar dari kerangka demokrasi ekonomi, UU BUMN yang menjadi kapitalistik, dsb ).

Pilihan badan hukum koperasi ini juga untuk tetap memudahkan proses penyelamatan konsep dan jatidiri koperasi yang dalam model perundang-undangan perkoperasian kita yang bersifat lex generalist (UU No. 17/2012 tentang Perkoperasian) juga sebebetulnya sangat lemah dan bahkan berpotensi mendorong bagi terjadinya proses demutualisasi koperasi. Dengan pilihan kelembagaan Koperasi, secara inheren juga telah mampu kembangkan konsep regulasi dalam (self regulation) yang berarti telah memiliki basis pengaman sistem  

Kedua, kalaupun konsep dari bank sosial ini nanti sumber-sumber pendanaannya dikembangkan dari berbagai sumber keuangan baiknya harus dilindungi agar berbagai kepentingan politik praktis yang berada dibalik penggelontoran dana agar tidak merusak visi dan cita-cita bank sosial.  Sebut saja misalnya sumber dana bantuan sosial dari anggaran belanja pemerintah berupa bantuan sosial (bansos), maupun dana Corporate Social Responsibility (CSR), dan zakat-hingga sodakoh yang biasanya syarat pesanan dan iklan dan bahkan bukan tidak mungkin menjadi syarat kepentingan politis yang pada akhirnya nanti merusak kuasa dan visi koperasi yang orientasinya jelas kepada pelayanan anggota.  Perlindungan ini harus berada dalam satu tabulasi undang-undang bank sosial yang kalau dilanggar jelas punishment-nya.  Mengingat model bank sosial ini di Indonesia belum ada pengaturannya, maka baiknya setelah beberapa pilot project dijalankan sebagai inisiasi perlu dibentuk sebuah undang-undang khusus yang mengatur secara konprehensif mengenai konsepsi, dan juga aspek-aspek imperatif lainya.

Ketiga, orientasi bank sosial sebagaimana yang disebutkan oleh Profesor Dawam Raharjo adalah baiknya dikhususkan untuk pembiayaan kepada koperasi-koperasi.  Ini mengandung pengertian bahwa bank sosial ini berfungsi sosial dan tempatkan model kepemilikan bank ini oleh koperasi-koperasi disektor riel seperti koperasi produsen, konsumen, koperasi pertanian, koperasi pekerja dan koperasi layanan publik dan lain sebagainya.  Konsep ini adalah akan merupakan pionerisasi bagi tumbuhnya model perbankkan koperasi (co-operative banking system) yang di Indonesia ini, sebagai wacana maupun praktek belum ada.   

Keempat, sejalan dengan proyek pengembangan bank sosial, baiknya langsung didirikan lembaga-lembaga strategis pendukungnya baik yang berfungsi sebagai lembaga sponsor pendukung pengembangan koperasinya, lembaga riset penyokong, serta lembaga pendidikan yang berfungsi untuk memperkuat organisasi ini.

Demikian masukan singkat saya, semoga dapat memberikan tambahan sumbangan pemikiran bagi pengembangan bank sosial yang telah diidedasari oleh keprihatinan Professor Dawam Raharjo terhadap kondisi masyarakat kelas bawah kita yang tidak tersentuh oleh putaran bisnis modern dan juga perbankkan pada umumnya.

Purwokerto, 20 Februari 2013
Suroto, penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Wakil Ketua Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI),mantan Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I).
        
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Wacana
Tags : Wacana
Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Jebakan Pertumbuhan Ekonomi Konstan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana
Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya