Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Sabtu, 15 Maret 2014

Negara Kesejahteraan = Neo Kapitalisme

| No comment

Oleh : Suroto

Istilah Negara Kesejahteraan (welfare state) akhir-akhir ini menjadi sering kita dengarkan. Sebabnya, karena istilah ini menjadi sering dikampayekan oleh partai politik dan caleg-calegnya untuk maksud mengambil hati masyarakat dalam rangka memenangi Pemilu 2014. Negara Kesejahteraan seakan dapat menjadi jawaban bagi persoalan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi akibat gagalnya sistem fundamentalisme pasar (baca : neo-liberalisme) yang parah di republik ini. Padahal, kalau kita telusur lebih dalam, Negara Kesejahteraan itu adalah merupakan ujung dari sistem kapitalisme atau bentuk dari sistem neo-kapitalisme itu sendiri. 


Istilah Negara Kesejahteraan ini semakin terdengar merdu karena beberapa kalangan dan termasuk beberapa aktivis sosial yang selama ini turut menghujat rezim neo-liberalis dan neo-kapitalis ikut mengkampayekanya. Secara serampangan bahkan mereka menyebut konsep Negara Kesejahteraan itu adalah sebagai perintah Konstitusi dan juga amanah para pendiri republik ini.  

Kenapa Negara Kesejahteraan itu disebut sebagai neo-kapitalisme, atau kapitalisme baru? karena ketika kapitalisme idustri terjadi di Eropa Barat pada masa revolusi industri pada abad 18 silam itu telah menemukan bentuk komprominya dengan keadaan masyarakat yang miskin di Eropa akibat perangai sistem kapitalisme industri pada masa itu. Sistem Negara Kesejahteraan ini muncul sebagai bentuk kompromi dari korporasi-korporasi kapitalis karena mereka tetap dapat bebas mengeruk keuntungan dan mengakumulasi kapital mereka dengan beban pajak yang lebih tinggi untuk mereduksi persoalan sosial yang muncul.   

Konsep tersebut sebetulnya adalah wajah baru kapitalisme (neo-kapitalisme). Wajahnya berubah, tapi wadag (tubuh)nya panggah, tetap!. Korporat-kapitalis besar itu tetap dibiarkan bebas mengeruk keuntungan dan mengakumulasi kapital dan bersembunyi di belakang wajah arif negara dalam menangani kerusakan, krisis, kerugian, konflik, pembodohan, kemiskinan dan pengangguran yang diakibatkan oleh keserakahan mereka.

Mula-mula negara kesejahteraan yang disponsori oleh Sri Paus Leo XIII itu muncul adalah merupakan reaksi terhadap sistem kapitalisme historis yang ganas dan telah dianggap gagal. Pemikiran awalnya adalah bahwa persoalan kesejahteraan itu tak dapat diserahkan pada individu perusahaan swasta atau kelompok masyarakat borjuis. Si Miskin perlu diberikan subsidi, layanan kesehatan dan pendidikan gratis atau setidaknya layak dan murah.  Negara dalam hal ini harus bertindak untuk menyelematkan kondisi keterpurukan masyarakat yang terjadi di Eropa pada waktu itu.

Esping Anderson (1990) mengatakan, negara kesejahteraan itu adalah konsep yang mengacu pada peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisir perekonomian yang didalamnya mencakup tanggungjawab untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dalam tingkat tertentu bagi warganya. Pada intinya, konsep negara kesejahteraan itu mengusulkan peranan negara sebagai instrumen kontrol sosial dan promotor kesejahteraan umum yang kemudian diterjemahkan dalam program-program riel seperti : jaminan sosial, pendidikan murah, pengurangan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan lain sebagainya. 

Di Eropa pada masa itu, solusi tersebut adalah tentu efektif karena ada revolusi industri sebagai presedenya.  Tapi sungguh adalah naïf bila kemudian konsep tersebut disamakan untuk solusi di negara kita sekarang ini. Apalagi bila diklaim sebagai perintah Konstitusi dan amanah para pendiri republik ini. Selain tidak ada preseden historisnya, karena memang hampir seluruh pendiri Republik ini tidak melihat bahwa konsepsi Negara Kesejahteraan itu memang memiliki kecocokan dengan sosio historis masyarakat kita.

Menilik sejarah, seluruh pendiri republik ini baik yang nasionalis maupun relijius seperti Agus Salim, HOS Cokjroaminoto, Momahamd Hatta, Soekarno, Tan Malaka, Syahrir dan lain sebagainya jelas-jelas sekali menolak sistem kapitalisme dan itu berarti tidak menyetujui sistem sistem Negara Kesejahteraan atau neo-kapitalisme itu. Jadi klaim bahwa Konstitusi dan pendiri republik ini mendukung konsep negara kesejahteraan jelas tidak valid. Dengan demikian, beberapa kalangan yang mengatakan konsep Negara Kesejahteraan itu adalah sebagai perintah konstitusi dan amanah para pendiri bangsa jelas merupakan salah tafsir yang fatal. Sebab sistem Negara Kesejahteraan atau neo-kapitalisme itu jelas bukan keinginan para pendiri Republik dan sama sekali tidak termaktup dalam konstitusi UUD 1945. 

Negara Kesejahteraan adalah konsep reaktif yang temukan presedennya di Eropa Barat pada masa itu, tapi tidak di Indonesia yang dijajah oleh imperialisme Barat yang masih bercokol di negeri ini sampai saat ini. Pendiri bangsa ini menginginkan sebuah perubahan fundamental, yaitu kearah sistem demokrasi ekonomi, bukan Negara Kesejahteraan yang hanya mengalihprofesikan negara dari sebagai penjaga malam menjadi penjaga WC untuk membersihkan kotoran  kapitalisme.

Konsep Negara Kesejahteraan itu tidaklah sesuai bagi bangsa ini karena kita tidak ingin beban kerusakan, konflik, kemiskinan, pengangguran, kebodohan, kebangkrutan, krisis, akibat keserakahan dari korporat-korporat kapitalis itu kemudian dikembalikan bebannya kepada negara dari beban pajak dari rakyat yang sudah mencekik. 

Kita tidak ingin bahwa kerusakan alam yang terjadi akibat ulah dan keserakahan korporat kapitalis diselesaikan oleh negara dengan beban yang harus ditanggung bersama rakyat. Kita tidak ingin kemiskinan yang diakibatkan oleh pembagian hasil yang tidak adil dari perangai korporat kapitalis diselesaikan oleh negara. Kita juga tidak menginginkan negara yang harus tangani kondisi krisis ekonomi yang datang tiba-tiba akibat ulah spekulatif kaum kapitalis.

Konsepsi Konstitusi kita itu jelas bahwa dalam rangka mendorong bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat itu, demokrasi Ekonomi adalah sistemnya.  Setiap orang harus diberikan peluang yang sama secara partisipatorik dalam proses produksi, distribusi maupun ekonomi. Kebijakan kongkrit yang harus dilakukan dan relevan untuk itu adalah bagimana memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar mereka dapat akses terhadap sumberdaya dan turut berpartisiapsi dan diberikan peluang untuk mengkreasi kekayaan dan pendapatan. Program kongkritnya adalah demokratisasi ekonomi yang didalamnya mencakup : reforma agraria, reforma korporasi, pengembangan koperasi yang otonom dan mandiri, dan lain sebagainya. 

Konsep demokrasi ekonomi itu adalah konsep yang anti terhadap kapitalisme dan juga varian barunya seperti Negara Kesejahteraan. Konstitusi kita dan juga para pendiri republik ini menginginkan adanya pembebasan terhadap sistem kapitalisme yang menindas dan ekploitatif.

Kita dapat memeriksanya lebih jauh, mereka telah menempatkan cita-cita sosialisme Indonesia itu dalam konstitusi seperti yang dituliskan terutama dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum diamandemen. Dimana disana jelas disebutkan bahwa peranan negara itu benar untuk menciptakan kesejahteraan, tapi tidak dengan konsep negara kesejahteraan melainkan dengan konsep demokrasi ekonomi yang berarti menyerahkanya sepenuhnya pada peran masyarakat banyak sebagai pelaku yang utama dan negara berfungsi dan memihak pada kepentingan usaha sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Disebutkan secara tegas bahwa perekonomian itu disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Perekonomian itu juga tidak boleh jatuh ketangan orang perseorangan sehingga ekonomi harus dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat. Kemudian dijelaskan juga bahwa koperasi adalah merupakan bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi itu.

Jadi jelas bahwa, Negara Kesejehteraan itu sama dengan neo-kapitalisme, bukan keinginan para pendiri republik ini dan juga bukan perintah konstitusi.  Kalau ada pernyataan Negara Kesejahteraan itu adalah perintah konstitusi dan amanah para pendiri republik ini adalah merupakan kesesatan berfikir yang fatal.

Jakarta, 11 Maret 2014

Suroto, penulis, adalah Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Wacana
Tags : Wacana
Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Mewujudkan Koperasi yang Ideal Menuju Demokrasi Ekonomi Kerakyatan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana

Follow by Email

Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya