Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Rabu, 26 Maret 2014

Perbankkan Syariah Eksploitatif?

| 1 Comment



Oleh : Suroto

Badan Hukum Bank Syariah

Bank Umum di Indonesia kini, seluruhnya telah berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang tunduk pada UU Perseroan dan UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN)yang berorientasi mengejar keuntungan (profit oriented). Keseluruhanya diatur dan patuh pada UU Perbankkan kita yang didesain sepenuhnya untuk tujuan akumulasi kapital untuk para pemiliknya. Secara latah kemudian, sistem ini juga diikuti oleh Bank Syariah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankkan Syariah.


UU No. 21 Tahun 2008 tersebut mengatur bahwa badan hukum yang diperbolehkan untuk pendirian bank syariah adalah hanya Perseroan Terbatas (PT). Padahal kalau mengacu pada prinsipnya,bank syariah itu bertujuan untuk menegakkan keadilan yang juga berarti anti ekploitasi (usury). Sementara kita pahami, Perseroan Terbatas (PT) itu merupakan asosiasi perkumpulan berbasis modal(capital base association), dimana orientasinya adalah untuk mengejar keuntungan.

Pada akhirnya, bank syariah di negeri ini terjebak dalam upaya profit seeking. Sebagai lembaga yang diorientasikan pada kepentingan pemilik modal (investor oriented firm), dan bukan sebagai lembaga layanan yang beroreintasi pada para pengguna jasanya (user oriented firm)yang substansinya berada dalam prinsip syariah.

Ketentuan Pasal 7 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankkan Syariah yang mengharuskan berbentuk badan hukum PT itu tidak hanya telah dipahami secara sesat dalam basis filosofi dan epistemnya, namun juga telah inkonstitusional, karena telah melanggar prinsip jaminan persamaan pengakuan dan perlakuan dihadapan hukum atas orang atau badan hukum (ficta persona)sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 D. 

Di republik ini kita kenal Badan Hukum Privat/Perdata seperti ; perseroan, yayasan, BUMN, perhimpunan, BHP, perhimpunan, perkumpulan, koperasi dan lain-lain. Bentuk-bentuk badan hukum perdata ini sepenuhnya diakui oleh negara dan masing-masing perlu mendapat perlakuan yang sama. Dengan demikian, UU Perbankkan Syariah ini menjadi inskonstitusional karena bersifat diskriminatif terhadap bentuk badan hukum usaha yang lain seperti koperasi misalnya badan hukum yang diciptakan oleh hukum (ficta persoon) seperti koperasi.

Padahal kalau mengacu pada konsideran dan juga salah satu asas demokrasi ekonomi dan keadilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU Perbankkan Syariah jelas bahwa, badan hukum koperasi sesungguhnya lebih cocok. Tujuan koperasi itu adalah untuk penegakkan keadilan ekonomi yang secara gamblang disebutkan dalam penjelasan UUD 1945 pasal 33 sebelum diamandemen sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi. Selaras dengan hukum syariah, koperasi ini sebagaimana menjadi prinsipnya juga bertujuan untuk menegakkan keadilaan dan bahkan oleh Bung Hatta disebut sebagai-lawan tanding kapitalisme secara fundamental (Hatta, 1951), yang berarti mempertegas sifat anti usury atau eksploitasi.

das Sollen Bank

Bank merupakan organisasi vital dalam menggerakkan perekonomian, karena itu fungsi utamanya seharunya menjadi agen pembangunan, untuk memperlancar kegiatan investasi, produksi, distribusi dan konsumsi. Namun dikarenakan fungsi bank di Indonesia sebagaimana diatur dalam berbagai produk regulasinya sekarang ini didesain untuk lebih menekankan pada fungsi intermediarinya ketimbang sebagai agen pembangunan, maka sepenuhnya bank-bank ini beroperasi secara kapitalistik ekploitatif.

Bank-bank yang beroperasi sekarang ini adalah menjadi tempat perburuan rente dari para pemiliknya dalam bentuk pengejaran silisih bunga simpanan dengan pinjaman. Tujuanya adalah mengejar keuntungan dan mengakumulasi asset demi kepentingan para penamam modalnya.  Masyarakat kecil yang tidak memiliki akses terhadap kepemilikkan bank tersebut pada akhirnya menjadi korbannya. Dalam praktek, tak terkecuali juga bank syariah yang oleh Dawam Raharjo dalam artikelnya di Kompas (14/2/2014) menyebut praktek bank-bank syariah di Indonesia tak lebih sebagai lembaga “ternak uang” (making money out of money).

Sistem perbankkan yang kapitalistik tersebut diperparah lagi oleh kebijakan sistem investasi kita di sektor perbankkan. Sejak diberlakukannya UU Nomer 10 tahun 1998 tentang Perbankkan yang diatur lebih operasional lagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1999, kepemilikan asing diperbolehkan hingga 99 persen, dan termasuk bank syariah.

Sistem perbankkan dan juga berarti perekonomian Indonesia saat ini telah benar-benar telanjang bulat dan hanya tertutup oleh selembar daun kelor. Seluruh database perekonomian kita terbuka lebar dan secara massif terpenetrasi oleh kekuatan pemodal besar asing. Hasilnya, struktur permodalan perbankkan nasional kita telah dikuasai lebih dari 74,2 persen oleh asing dan terlihat terus merangkak naik dan termasuk dalam struktur modal perbankkan syariah.   

Basis Nilai

Sebetulnya, antara koperasi dan syariah itu lebih kompatibel. Keduanya dikembangkan dari basis nilai keadilan. Kalau dalam sistem perbankkan koperasi lebih tekankan pada fungsi perwujudan keadilan ekonomi itu pada proses kendali dari para nasabah yang juga pemilik dari banknya, sedangkan sistem syariah itu lebih menekankan bagaimana aspek pembagiannya yang adil.  Hukumnya jelas,sistem yang dapat menjamin pembagian yang adil itu tertumpu pada bagaimana sistem itu dapat dikendalikan oleh mereka yang lebih banyak, bukan segelintir.

Tujuan yang dibawa koperasi dan syariah sebagai fungsi bank juga sama. Mereka sama-sama pada ingin memberantas ekonomi rente yang menindas.  Ingin ciptakan kehidupan yang lebih baik dan penuh barokah serta manfaat (benefit), bukan mengejar keuntungan (profit).

Sebagaimana telah menjadi prinsip koperasi, jumlah kepemilikan modal di dalam sistem koperasi ini tidak dijadikan sebagai penentu, betapapun modal dianggap penting hanya ditempatkan sebagai alat bantu. Di dalam koperasi hanya sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan manfaat(benefit). 
Meminjam istilah Jhon Rawl, suatu sistem itu sebaiknya tidak hanya harus adil, tapi juga disusun supaya mendorong sifat baik keadilan dalam praktiknya.  Akankah bank-bank syariah kita tetap akan kita biarkan berada dalam praktik menyimpang?

Jakarta, 8 Maret 2014
Suroto, Penulis adalah Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK)





Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Wacana
Tags : Wacana
Unknown

1 komentar:

  1. Anonim26 Maret 2014 04.49

    Jika modal di koperasi bukan penentu, maka koperasi akan sulit berkembang. Jadikanlah modal di koperasi menjadi salah satu penentu. Caranya perbanyak jumlah "anggota" yang berpartisipasi, masing-masing iur kecil jadinya terkumpul banyak. Bukan anggota sedikit kumpul "uang" banyak.

    BalasHapus
    Balasan
      Balas
Tambahkan komentar
Muat yang lain...

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Mewujudkan Koperasi yang Ideal Menuju Demokrasi Ekonomi Kerakyatan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana

Follow by Email

Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya