Suroto Menjabarkan Perubahan yang dibawa Undang-Undang Koperasi baru (Media Koperasi/Jakarta) - Suroto sebagai aktivis Koperasi masa kini, masih bersuara kritis terhadap Undang-Undang no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian yang baru ditetapkan pada tanggal 30 November 2012 lalu. Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) ini menuturkan tentang 'bencana' yang dibawa oleh UU baru ini terhadap gerakan perkoperasian global yang tergerus oleh liberalisasi dan kapitalisme.
Berikut adalah tulisan lengkapnya terkait hal ini:
1. Tanggal 30 Nopember 2012, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian. Undang-undang ini dalam prosesnya disusun selama hampir sepuluh tahun dan merupakan undang-undang dan atau peraturan setara undang-undang yang ke sepuluh semenjak undang-undang mengenai koperasi diterbitkan baik semasa pemerintahan kolonial belanda ataupun Pemerintahan Republik Indonesia.
Sebetulnya secara umum undang-Undang ini hanya lanjutan dari Undang-Undang Nomer 25 Tahun 1992 sebelumnya,yang dalam banyak hal merugikan jatidiri koperasi. Undang-Undang ini mengecoh masyarakat, sebutkan nilai-nilai dan prinsip koperasi namun isi dari definisi dan pasal-pasal lainya bertolak belakang dengan identitas koperasi.
Kami melihat, undang-undang baru ini telah merampas "roh" kedaulatan rakyat, demokrasi ekonomi, asas kekeluargaan, kebersamaan, sebagaimana diatur dalam konstitusi dan juga bertentangan dengan tujuan menegakkan keadilan sosial di negara ini. Otonomi dan juga demokrasi koperasi dirusak oleh undang-undang ini.
Sebut saja misalnya, pasal 1 ayat 1 yang diterjemahkan "koperasi adalah badan hukum" , ini telah mengubah konsep dasar identitas koperasi.
Koperasi merupakan sistem sosial ekonomi yang tempatkan perusahaan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan ideal orang-orang yang berinteraksi secara pribadi dalam keanggotaan. Badan hukum atau perusahaan yang menurut definisi universal gerakan koperasi di seluruh dunia didefinisikan sebagai alat, dalam undang-undang baru sekarang ditafsirkan sebagai subjek.
Padahal jelas, alasan dasar untuk keberadaan (raison d'etre) koperasi itu terletak pada anggotanya. Koperasi ada karena manusia sebagai anggotanya. Karakter koperasi adalah untuk memanusiakan manusia dan martabat manusia lebih tinggi di atas modal. Perusahaan atau badan hukum hanya sebagai pembantu, bukan subjek. Aktor pembuat undang-undang ini benar-benar buta makna dan buta aksara terhadap konstitusi yang jelas menempatkan dimensi manusia sebagai lebih tinggi dari badan hukum atau modal.
Aktor pembuat undang-undang ini juga tidak mengambil pelajaran dari kegagalan kebijakan koperasi di masa lalu. Di mana kerusakan itu lebih karena sumbernya justru karena intervensi, bantuan modal dari luar dan tidak untuk menghormati otonomi koperasi dan memberikan pengakuan perbedaan dan perlindungan. Otonomi koperasi sebagai hal yang prinsip dan harus dilindungi telah dirusak. Modal Penyertaan dari Pemerintah maupun Pihak Luar sebagaimana diatur dalam Pasal 1, ayat 11, Pasal 66, ayat 2, huruf b, Pasal 66 ayat 2 c angka 5, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77 sudah pasti akan merusak prakarsa dan kemandirian anggota dan tempatkan koperasi menjadi subordinatif terhadap pihak luar.
Selain sebagai organisasi yang otonom, koperasi juga merupakan organisasi demokratis yang menjunjung tinggi supremasi anggota. Perubahan struktur organisasi yang tempatkan Badan Pengawas sebagai lembaga "super body" juga telah merubah konsep dasar demokrasi koperasi. Kekuatan Dewan Pengawas yang mirip sebagai Komisaris di perusahaan, anggota dewan pengurus yang bisa dari luar anggota, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (2) huruf b, Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat (2) butir a dan e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 55 ayat (2) huruf d, Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, Pasal 65 sangat tidak demokratis sehingga mengancam kepentingan anggota. Bangun nyata sebuah organisasi yang sesuai dengan demokrasi ekonomi telah dihapus oleh makna Undang-undang.
Sementara kita tahu bahwa dalam demokrasi saat ini, adalah hak setiap orang untuk berserikat dan berkumpul dan berekspresi sesuai dengan aspirasi dan hati nurani. Penempatan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai "satu forum" sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 18, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 177, Pasal 118, 119 jelas nyata-nyata melanggar hak asasi manusia sebagaimana diakui dalam konstitusi dan juga telah mengganggu dinamika koperasi gerakan.
Yang menyedihkan adalah, ketika kita semua sedang gencar memerangi korupsi, dan salah satu nilai-nilai etika koperasi adalah untuk menjunjung nilai-nilai kejujuran dan keterbukaan, undang-undang ini terbukti melanggengkan koruptor di Koperasi. Pasal 48 ayat (2) huruf b, dan Pasal 55 ayat (2) huruf d jelas membiarkan penjahat di koperasi untuk tetap melenggang menjadi Anggota Dewan Pengawas dan Dewan Pengurus koperasi. Jadi tidak salah kemudian bilamana pimpinan tertinggi dari apex Koperasi Indonesia juga sudah keluar dan masuk penjara karena korupsi beberapa kali namun masih dibiarkan memimpin dan bahkan duduk sebagai representasi di organisasi ICA (International Co-opeative Alliance).
Secara umum, undang-undang baru tentang perkoperasian yang baru diterbitkan kami anggap telah mengubah paradigma koperasi. Koperasi yang merupakan asosiasi berbasis orang dirobah kedalam asosiasi yang berbasis modal dan demokrasi, otonomi, kemerdekaan, persatuan, demokrasi, serta prinsip kekeluargaan koperasi sebagaimana diatur dalam konstitusi dan merupakan identitas koperasi Indonesia telah dirusak.
Bagaimana masyarakat koperasi dan organisasi menyambut undang-undang yang baru?
2. Undang-undang yang baru diterbitkan pada akhirnya terlihat sangat mengecewakan banyak kalangan karena ternyata dalam banyak hal tidak sesuai dengan apa yang menjadi aspirasi masyarakat koperasi yang ingin sungguh-sungguh membangun koperasi yang benar.
Hal tersebut terlihat dari munculnya tuntutan untuk melakukan uji materi terhadap undang-undang perkoperasian tersebut ke Mahkamah Konstitusi oleh beberapa kelompok gerakan koperasi dan juga organisasi non-pemerintah serta mendapatkan dukungan dari banyak pakar-pakar pembangunan dan ekonom kerakyatan.
Undang-undang ini sangat mengecewakan mereka karena Undang-Undang ini disusun hanya semacam rompi pengaman kongkalikong kepentingan sempit pengurus Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) dan Pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat untuk melanggengkan sistem bisnis mereka yang bersumber pada Anggaran Pemerintah.
Setidaknya ada dua kelompok yang telah melakukan uji materi tersebut ke Mahakamah Konstitusi, yaitu : gerakan koperasi dari Propinsi di Jawa Timur yang gerakannya cukup masif dan juga koalisi beberapa organisasi non pemerintah untuk demokratisasi ekonomi. Hasil-hasil sidang semua dapat diakses dalam bahasa Indonesia di situs resmi Mahkamah Konstitusi di www.mahakamahkonstitusi.go.id
Salah satu isu utama yang ditempelkan di Blueprint ICA untuk Dekade Koperasi adalah mengembangkan undang-undang koperasi yang akan memungkinkan pengembangan koperasi. Apakah ini dicapai dengan hukum yang baru?
3. Undang-undang ini adalah semacam kado malapetaka bagi gerakan koperasi Indonesia yang sedang merayakan pengakuan dunia terhadap gerakan koperasi secara internasional pada tahun 2012. Perjuangan gerakan koperasi untuk menengakkan demokrasi ekonomi dan juga identitasnya akan mendapatkan tantangan yang signifikan dengan keberadaan undang-undang yang baru tersebut.
Menurut saya, ICA sebagai organisasi gerakan koperasi dunia harus turut mengambil loby terhadap persoalan yang terjadi dengan Undang-Undang ini kalau memang itu sudah menjadi garis kebijakan Blueprint ICA untuk Dekade Koperasi. ICA jangan terjebak pada formalitas seremoni semata-mata yang banyak direkayasa oleh DEKOPIN, tapi harus mengirimkan tim loby untuk membantu anggota-anggota koperasi di tingkat bawah yang nyata-nyata dirugikan hak konstitusionalnya oleh masyarakat. ICA harus mengambil prakarsa penting ini untuk turut menjelaskan kepada semua kalangan bagaimana sebetulnya gerakan koperasi yang benar itu. Ini adalah makna solidaritas yang harus kita pahami secara mendalam sebagai bagian dari gerakan.
Apakah ada perubahan tertentu yang anda ingin lihat dari segi kebijakan pemerintah?
Saya menyadari, di negara yang tadinya sangat sentralistis seperti Indonesia ini, gerakan koperasi akan dihadapkan pada dua tekanan penting. Pertama, karena koperasi tadinya banyak mengalami kegagalan karena hanya dijadikan sebagai alat kebijakan pemerintah maka banyak masyarakat yang dikecewakan dan termasuk menimbulkan apatisme dari banyak kalangan masyarakat terhadap koperasi. Tekanan kedua adalah karena kapitalisme global yang memang kuat tekanannya sehingga banyak dari pemerintahan di negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam situasi yang tersubordinasi oleh kebijakan-kebijakan neo-liberalistik dan kapitalis. Menjadikan Pemerintah kemudian mengambil sikap-sikap oportunis hanya semata-mata agar gerakan koperasi memiliki kompatibilitas terhadap sistem "pasar bebas" yang jelas nyata-nyata merusak tantanan sosial masyarakat.
Berbagai pembaharuan yang penting bagi kebijakan Pemerintah yang kita harapkan adalah : undang-undang itu harus disusun dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dengan landasan teori yang baik seperti : memberikan pengakuan terhadap otonomi, melindungi jatidiri koperasi, dan juga memberikan pembedaan yang nyata.
Kedua, kebijakan pemerintah yang harusnya bersumber pada Konstitusi negara yang mengakui sistem demokrasi ekonomi ini harus tempatkan gerakan koperasi sebagai pilar penting pembangunan masyarakat. Berbagai regulasi yang terkait dengan koperasi seperti perpajakan, keuangan, investasi, perdagangan, pertanian, industri dan lain sebagainya harus disusun menurut aturan demokrasi ekonomi tersebut. Koperasi harus mendapatkan tempat yang penting dalam isu-isu tersebut bukan karena ingin diistimewakan tapi karena memang efektifitasnya secara teoritis maupun fakta koperasi memiliki sifat yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar