‘’Saat ini terhitung hanya 389 koperasi yang masih aktif,’’ kata Kepala Bidang Koperasi Disperindagkop Kabupaten Banyumas, Teguh Budi SE MSi. Menurut dia, lembaga-lembaga tersebut gulung tikar karena beberapa sebab. Sebagian karena pengelola tidak dapat menata manajemen. Banyak yang tidak dapat menata organisasi dan keuangan.
Ada pula koperasi yang gulung tikar, karena pengurusnya tidak mampu membangun networking. Perkembangan perdagangan umum, juga menjadi tantangan bagi koperasi. Karena itu pula, koperasi perlu saling bekerja sama agar tetap eksis dan berkembang. ‘’Pemerintahan kabupaten berupaya mendorong perkoperasian agar meningkatkan profesionalisme dan kompetensinya. Dengan harapan bisa terus berkembang sesuai dengan jati diri dan prinsip koperasi yang mengedepankan kesejahteraan bersama keanggotaan,’’ paparnya.
Dinperindagkop mendorong agar jenis usaha koperasi di Banyumas bisa dikembangkan, baik bidang jasa, perdagangan, usaha, hingga produksi. ‘’Kami memberikan bantuan dalam upaya pengembangan koperasi, baik segi penambahan peralatan, pelatihan, dan pembinaan,’’kata dia. Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I), Suroto, juga mengemukakan pertumbuhan koperasi di Banyumas sungguh memprihatinkan.
Hampir 70 persen koperasi yang beroperasi, merupakan koperasi abal-abal atau koperasi yang mengabaikan jatidiri koperasi. ‘’Koperasi yang berjalan sesuai dengan prinsip dan nilai dasar koperasi hanya terdapat 30 persen dari total koperasi di Banyumas,’’katanya. Kondisi bertambah miris dengan kenyataan banyaknya koperasi yang didirikan pada masa lalu hanya mengejar insentif yang berasal dari luar lembaga. “Menurut hasil penelitan LSP2I, saat ini tercatat kurang lebih 70 persen dari 200 ribu koperasi itu hanya tinggal papan nama,’’kata Suroto.
Berdasar kenyataan tersebut, Suroto berharap koperasi di Indonesia saat ini harus menyadari keunggulannya untuk dijadikan kekuatan daya saing yang terletak pada nilai-nilai dan prinsip koperasi atau jatidiri koperasi. ‘’Pengetahuan masyarat terhadap jatidiri koperasi sangat rendah, sehingga mengikis perkembangan koperasi,’’paparnya.
Selain itu, koperasi harus dikeluarkan dari citra hanya sebagai pelengkap dan sampingan, dari pada pelaku utama perekonomian. ‘’Memosisikan koperasi sebagai sampingan dan bahkan hanya dijadikan tempat untuk mengemis bantuan pemerintah, pada akhirnya justru menjadikan image koperasi semakin terpuruk,’’ ujarnya. (tg,H60- 63,15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar