Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Minggu, 05 Juli 2015

Koperasi Sebagai Figuran

| No comment
Oleh : Suroto

Kontribusi Koperasi kita terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2014 hanya sebesar 2 persen dari total PDB kita sebesar Rp. 10.544 Trilyun. Sementara jumlah koperasi kita adalah yang terbanyak di dunia dengan jumlah primer koperasi sebanyak 209.000 (BPS, 2015). Kalau dirata-rata, kurang lebih ada 3 koperasi di setiap desa. Koperasi seakan masif secara kuantitas, tapi pada kenyataannya peranannya sangat kecil dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusi omset sektoralnya, koperasi kita didominasi jasa simpan pinjam yang mencapai kurang lebih 95 persen.

Dari total peruntukkan pinjamannya juga masih terbatas pada kredit konsumtif. Sementara itu, dilihat dari kemampuan memobilisasi modalnya, koperasi masih tergantung pada penyaluran dana pihak ketiga. Sehingga ada anekdot, menteri koperasi kita itu lebih layak disebut sebagai menteri simpan pinjam saja. Kita defisit koperasi di sektor pangan dan juga energi. Padahal, disinilah sebetulnya kekuatan kemandirian ekonomi itu harusnya dibangun. Sebagaimana menjadi sifat alamiahnya koperasi, tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggotanya dan masyarakat. Kita dulu ingin agar KUD jadi kekuatan ketahanan pangan ini. Tapi karena kita lupa bangun organisasinya, maka koperasi gagal. KUD hanya diberikan fasilitas, namun diabaikan aspek kelembagaannya. Sehingga ketika fasilitasnya dicabut, maka KUD langsung berguguran. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa koperasi yang selalu didengungkan sebagai soko guru ekonomi tidak sinkron dengan faktanya. Komitmen untuk membangun koperasi sebagai jembatan demokratisasi ekonomi tidak ada dalam dunia nyata. Koperasi sebagai bangun perusahaan yang demokratis dan diharapkan mampu meredistribusi hasil-hasil pembangunan secara adil tersebut semakin ditinggal jauh dalam proses pembangunan. Antara teori dan modus operandinya sungguh berbeda.

Perbandingan Negara Lain Hal ini sangat kontras bilamana dibandingkan dengan kontribusi ekonomi koperasi di negara lain. Satu misal adalah Singapura yang kuasai sektor ritel sampai dengan 62 persen, dengan penetrasi anggota koperasinya hingga 52 persen dari populasi penduduk. Korea Selatan yang memberi kontribusi sektor pertanian hingga 90 persen dan sektor perikanan hingga 71 persen. Di Jepang yang tempatkan 1 dari setiap 3 keluarga sebagai anggota koperasi dan jadikan Koperasi pertanianya (Zennoh) sebagai koperasi terbesar di dunia. Di Denmark koperasi ritelnya menyumbang pangsa pasar ritel hingga 37 persen. Amerika Serikat yang telah kontribusikan 36 persen dari 300 Koperasi besar dunia dan tempatkan anggotanya sebanyak 149 juta orang dan sediakan 59 persen listrik desa di hampir seluruh negara bagian. Perancis jadikan koperasinya sebagai bank-bank besar skala dunia seperti Credit Agricole. Canada yang tempatkan 1 dari empat orang sebagai anggota koperasi dan sumbangkan Koperasi Kredit (Credit Union)nya sebagai bank terbaik disana dengan gedung-gedungnya yang menjulang tinggi di pusat-pusat kota. DI Denmark, hampir seluruh rumah tangga telah menjadi anggota koperasi dan kuasai pangsa pasar sektor ritel hingga 71 persen. Di Brazil, 37,2 persen berkontribusi di sektor pertanian, dan sediakan layanan kesehatan untuk 17,7 juta orang. Koperasi di berbagai belahan dunia telah menjadi kekuatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Koperasi menjadi kekuatan untuk memerangi mafia pangan dan enerji, menyediakan sektor perumahan rakyat, mengelola hutan dan perkebunan rakyat dan lain sebagianya.

Sementara kita tertinggal jauh dengan perkembangan koperasi di negara tetangga seperti Singapura, Malasya, Thailand, dan Vietnam. Di negara kita, petani, nelayan, peternak, petambak, industri rumahan nasibnya berada dalam tekanan mafia. Ketika terjadi inflasi atau tekanan mafia pangan bahkan mereka menjadi orang pertama yang kesulitan untuk mendapatkan akses pangan. Mereka kita biarkan dalam kondisi yang lemah posisi tawarnya, bergerak hanya di on farm. Sementara, sektor off farmnya seperti kredit, pengolahan, pemasaran, dan lainnya yang menghasilkan keuntungan besar dikuasai oleh mafia korporasi besar. Rendahnya Komitmen Setiap perubahan rezim politik di negeri ini memang tidak pernah menaruh perhatian yang serius terhadap koperasi. Komitmen utang yang digunakan untuk membangun infrastruktur dan paket input lainnya selalu hanya menguntungkan kelompok besar dalam mendukung sektor komoditi. Mereka selalu lupa membangun koperasi ini sebagai kekuatan infrastruktur sosial penting sebagai jembatan menuju demokrasi ekonomi dan kemandirian ekonomi. Bahkan sampai dengan pemerintahan baru Jokowi-JK sekarang ini.

Pengabaian sektor koperasi ini dapat dilihat dengan tidak dilibatkanya koperasi dalam strategi ketahanan pangan yang menjadi isu sentral pemerintah. Di sektor unggulan perikanan dan kelautan, koperasi tidak terlihat jadi sasaran kebijakan untuk diberdayakan secara serius. Sementara di sektor pertanian kebijakan kementerianya justru hanya peduli dengan korporasi. Koperasi bukan diberdayakan untuk hasilkan benih, tapi undang perusahaan multinasional pembenihan dan pemasarannya.Kedaulatan pangan kita gadaikan secara terang-terangan pada mereka. Sementara itu, di sektor perkebunan, koperasi hanya dijadikan sebagai sub-ordinat dari korporasi dan perannya tak lebih hanya sebagai kaki tangan dan bukan sebagai basis subyek penting dalam lintas bisnisnya. Di sektor enerji apalagi, peranan koperasi nihil sama sekali. Dalam kebijakan pembangunan desapun, Kementerian Desa justru mengarahkan Badan Usaha Desa (BUMDes) berbentuk Perseroan ketimbang diberdayakan sebagai basis koperasi. Hal tersebut dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Desa dan PDT & T nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran BUMDes pasal 8. Jadi dapat dikatakan, negara tidak hadir dalam komitmen kebijakan ekonomi kerakyatan dan abaikan koperasi sebagai infrastruktur sosial penting masyarakat. Di dalam aspek regulasi bahkan banyak yang tidak mendukung. Seperti misalnya dalam Undang-Undang (UU) Penanaman Modal yang hanya perbolehkan investasi modal asing dalam bentuk Persero. Sehingga banyak justru hanya perkuat cengkeraman imperialisme. Investasi bukan menjadi daya dorong ekonomi domestik, tapi justru disinsentif sosial. Termasuk di dalamnya investasi dari koperasi-koperasi besar dunia seperti Rabbobank, Ace Hardware, Sunkist, Fontera dan lain sebagainya. Kita hanya menyumbang besaran devidend untuk mereka dengan biaya buruh dan bahan baku murah dari kita. UU BUMN kita juga diskriminatif. Posisikan badan hukum koperasi sebagai tempat terima belas kasih dan pemerintah lebih suka gunakan badan hukum Persero. Dalam urusan perpajakan bahkan koperasi harus menderita pajak ganda (double tax) antara pajak badan dan perorangan anggotanya, sementara di negara tetangga seperti Singapura dan Philipina misalnya, koperasi diberikan pembebasan pajak (tax free) dengan alasan sebagai hak moral bagi koperasi karena telah lakukan distribusi pendapatan dan kekayaan bagi masyarakat. Butuh Revolusi Kondisi koperasi yang hanya menjadi pemain figuran seperti ini tentu bukan hanya karena rendahnya komitmen kebijakan, tapi kita menghadapi problem yang lebih besar, yaitu menyangkut paradigma. Selama ini kita sudah terlanjur disuguhi citra koperasi yang selalu “hand mainden” dan tergantung pada pemerintah.

Berpuluh tahun masyarakat hanya tahu bahwa koperasi itu hanya dapat dibangun dengan bantuan dan fasilitas pemerintah dan bukan menjadi gerakan swadaya masyarakat dengan mengambil manfaat keunggulan kelembagaanya jika dibandingkan dengan model organisasi bisnis lainya. Untuk itu, guna memberikan porsi peranan koperasi agar dapat berkontribusi nyata bagi pencapaian kesejahteraan dan kemandirian ekonomi serta menjamin keberlanjutan pembangunan bangsa ini, memang diperlukan langkah revolusioner. Pemerintah harus segera merombak dan mengarahkan kebijakan strategisnya untuk memberdayakan koperasi. Orang-orang koperasi sendiri harus segera mampu melepas ketergantungan dan angkat keunggulan koperasi. Untuk itu, kalau pemerintah serius ingin benar-benar jadikan koperasi sebagai kekuatan soko guru, maka kementerian koperasi harus ditempatkan sebagai leading sector bagi pembangunan ekonomi. Berbagai regulasi dan kebijakan untuk ciptakan suasana yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi harus segera diciptakan dan regulasi yang menghambat harus segera direvolusi.

Penutup
Bangunan sistem demokrasi politik kita sudah lama tidak berjalan pararel dengan sistem demokrasi ekonomi. Setiap warga diberikan hak politik seluas-luasnya, namun liberalisasi politik yang sudah mencapai tahap ultra demokrasi itu belum dapat merobah struktur sosial yang timpang dalam kehidupan ekonomi keseharian. Dalam keseharian rakyat kebanyakan masih berada dalam cengkeram sistem autokrasi dan plutokrasi. Disinilah sebetulnya koperasi memegang peranan penting, selain sebagai alat demokratisasi, juga menjamin keadilan dari pertumbuhan pembangunan. Tapi pemerintah berada dalam pilihan : ingin jadikan koperasi sebagai soko guru atau hanya sekedar figuran. Jakarta, 6 Mei 2015 Suroto, Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK) dan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Alumni Unsoed
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Wacana
Tags : Wacana
Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Mewujudkan Koperasi yang Ideal Menuju Demokrasi Ekonomi Kerakyatan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana

Follow by Email

Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya