Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Rabu, 02 Maret 2016

Paradigma Koperasi Kita

| 2 Comments
Oleh : Suroto

Selama ini, kita telah salah membangun paradigma berkoperasi. Koperasi itu dianggap sebagai urusan bisnis yang menangani bisnis kecil-kecilan dan untuk itu perlu terus “dibina” bersamaan dengan skala usaha kecil dan menengah.. Secara ontologis, paradigma kita berkoperasi kita bergeser, dari sebagai alternatif menjadi sub-ordinatif. Celakanya, orang-orang koperasi sendiri pada akhirnya menerima posisinya yang demikian itu. Koperasi secara umum menderita sindrom ketergantungan terhadap bantuan, apakah itu dari pemerintah, lembaga donor atau pihak lainya. Padahal sejatinya, dari mula awal koperasi berdiri merupakan organisasi menolong diri sendiri melalui kerjasama diantara mereka tanpa diskriminasi apapun juga. Makna kemandirian koperasi demikian menjadi pudar, konsepsi koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi mengalami degradasi, dan teraleniasi dari percaturan bisnis modern.


Perusahaan koperasi yang menentang cara-cara eksploitatif pengejaran keuntungan perusahaan swasta kapitalistik tak mampu bertahan dari gempuran. Koperasi yang diharapkan mampu mencegah terjadinya komodifikasi barang publik (public goods) tak mampu berbuat apa-apa. Koperasi tak lagi mampu menjadi alternatif atas komersialisasi berbagai layanan publik. Secara hukum, paradigma koperasi yang salah tersebut kemudian dalam prakteknya timbulkan berbagai perspektif hukum yang diskriminatif. Koperasi diletakkan sebagai badan hukum privat yang dianggap berkedudukan lebih rendah dibandingkan dengan badan hukum persero. Dalam berbagai produk regulasi kita, badan hukum koperasi didiskriminasi dari badan hukum lain. Sebut misalnya UU BUMN, UU Perbankkan, UU Penanaman Modal, dll.

Dalam berbagai produk perundangan tersebut koperasi diperankan sebagai sub-ordinasi dari badan hukum privat kapitalistik perseroan. Padahal sejatinya, sebagai badan hukum privat, koperasi memiliki kedudukan yang sama dengan model badan hukum usaha seperti halnya Perseroan. Jumlah koperasi kita menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah hingga tahun 2014 ada 206.000 primer koperasi dengan anggota sebanyak 36 juta orang. Namun menurut menteri Koperasi dan UKM yang aktif hanya sekitar 65 persen. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga hanya 2 persen.

Di lapangan, manajemen koperasi terlihat jauh tertinggal dari manajemen bisnis swasta kapitalis. Koperasi yang sudah dikembangkan dari sejak jaman Kolonial Belanda ini hingga sekarang tak juga mampu menggeser proporsi struktur perekonomian. Pada akhirnya, dominasi asset nasional kita 87 persennya tetap berada ditangan 0,2 persen dari jumlah penduduk kita. Si miskin tetap berada dalam kondisi memprihatinkan dibawah tekanan deret kemakmuran segelintir orang. Contoh Keberhasilan Koperasi kita menurut Konstitusi sebetulnya telah mendapat tempat yang baik, karena model bisnis koperasi ini ditengarai sebagai model yang cocok dalam sistem demokrasi ekonomi. Melalui usaha koperasi sebetulnya setiap orang akan dapat hak dan akses yang sama. Seperti halnya dalam bidang politik, dalam koperasi berlaku sistem satu orang satu suara (one person one vote) dalam pengambilan keputusan koperasi.

Melalui cara kerja koperasi ini juga, maka setiap orang sebetulnya akan mendapatkan jaminan bahwa proses produksi, distribusi dan konsumsi mendapat jaminannya. Demikian sebetulnya diharapkan koperasi dapat menjadi terjemahan nyata dari konsep demokrasi ekonomi sebagaimana dicita-citakan para pendiri republik ini. Demokratis di sektor politik dan demokratis di sektor ekonomi. Logika dasarnya sebetulnya sangat sederhana, dalam model koperasi konsumsi misalnya, setiap orang adalah konsumen dari kebutuhan sehari-harinya. Sehingga setiap orang dapat mendirikan atau bergabung menjadi anggota untuk menjadi pemilik toko koperasi tersebut. Para pelanggan-pemilik tersebut ikut menentukan keputusan-keputusan strategis perusahaan baik dalam struktur harga, biaya-biaya maupun benefit atau surplus yang diharapkan.

Contoh yang paling sederhana dari keberhasilan koperasi konsumen di negara tetangga kita Singapura adalah NTUC Fair Price. Koperasi konsumsi ini saat ini telah dimiliki oleh lebih dari 500 ribu warga Singapore dan terbuka bagi seluruh warga untuk bergabung didalamnya. Saat ini, koperasi ini telah menjadi market leader pasar ritel disana dengan pangsa pasar lebih dari 62 persen pasar ritel. Mereka memiliki misi yang tegas dan tak tergoyahkan dari sejak awal dirintis pada tahun 1970 an, yaitu untuk memoderasi biaya hidup warga akibat inflasi ataupun mafia kartel pangan. Saat ini bisnis mereka telah berkembang ke sektor lain seperti asuransi, hotel dan restaurant, sekolah, penitipan anak dan banyak lagi.

Di dalam negeri, untuk sektor bisnis keuangan misalnya, kita sebetulnya dapat mempromosikan keberhasilan dari Koperasi Kredit (Credit Union) yang telah dirintis dari sejak tahun 1970 oleh Seorang Pater Jesuit, Albrecht Karim Arbie. Koperasi Kredit (Kopdit) yang berskema anggota sebagai pelanggan-pemilik ini hingga sekarang telah beranggotakan sebanyak 2,4 juta orang lebih yang tersebar di 1.123 primer koperasi di seluruh pelosok tanah air dengan asset hingga 20 Trilyun lebih. Seperti halnya NTUC Fair Price yang, Kopdit ini juga mengemban misi sosial yang tinggi dengan jadikan jargon “Credit Union is about the people”.

Disamping model koperasi diatas, saat ini juga telah berkembang satu model baru koperasi yang menghubungkan kepentingan seluruh pihak atau sering disebut sebagai konsep koperasi multipihak (multistakeholder co-operative) yang mana dimiliki oleh pelanggan, pekerja dan sekaligus produsen/supplier dari produk/jasa dari sebuah usaha. Koperasi model ini sekarang banyak berkembang di banyak negara, satu misal adalah koperasi konsumsi I-COOP yang berkembang di Korea Selatan ataupun EROSKI yang ada di Spanyol. Koperasi ini telah berhasil dengan baik memotong persoalan nilai tambah dalam rantai nilai (value chain). Sebab, produsen/supplier, pekerja yang terlibat dalam bisnis serta konsumen dihubungkan dalam satu kepemilikkan perusahaan. Koperasi adalah merupakan alternatif dari sebuah sistem yang kapitalistik dan eksploitatif. Ini sebetulnya sejalan dengan visi bisnis inklusif yang saat ini sedang didengungkan dimana-mana karena kesenjangan structural pembangunan yang stagnan. Kita harus segera memampukan dan mengembalikan koperasi kita untuk menyambut era Masyarakat Ekonomi Asean tahun ini. Sebab itu pilihanya hanya satu, bangkit atau terlibas habis.


Jakarta, 3 Januari 2015 Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK), Alumni Unsoed. 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Wacana
Tags : Wacana
Unknown

2 komentar:

  1. Unknown4 Juni 2017 03.16

    Saya setuju dengan pendapat Bapak pada tulisan ini, koperasi Indonesia harus segera diberdayakan demi kedaulatan ekonomi rakyat Indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
      Balas
  2. Abbas24 Juli 2019 08.07

    Tulisan ini luar biasa menginspirasi. Saya ingin banyak belajar dari bpk suroto. Tks

    BalasHapus
    Balasan
      Balas
Tambahkan komentar
Muat yang lain...

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Jebakan Pertumbuhan Ekonomi Konstan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana
Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya