Suroto.net
  • Home
  • About
  • Activities
  • Notes
    • Cerpen Puisi
    • Opini Media
    • Regulasi
    • Wacana
  • News
  • Reviews
    • Books
    • Movies
  • Download

Selasa, 02 Agustus 2016

KUR dan KOPERASI

| 3 Comments





Oleh : Suroto


Pemerintah Jokowi-JK sejak awal pemerintahan mengambil keputusan untuk meneruskan kembali kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan perubahan skema disana sini. Misi perubahan yang dilakukan terkesan manis karena diimbangi dengan penurunan suku bunga kredit untuk usaha mikro dan kecil.  Apa yang salah dari kebijakan yang seakan “pro rakyat kecil” ini?



Masalah mendasar kemiskinan salah satunya adalah kekurangan akses terhadap sumberdaya finansial. Untuk itu Pemerintah telah lama mengembangkan program kebijakan perkreditan terutama yang ditujukan bagi usaha mikro dengan nama KUR. Diharapkan dengan program ini usaha-usaha mikro dapat berkembang menjadi usaha-usaha kecil dan turut mengakselerasi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Sejak bulan Agustus 2015 program KUR dilakukan moratorium. Kemudian ditambahkan penurunan suku bunga dari sebesar 22 persen ke 12 persen tahun 2015, kemudian 9 persen sejak awal tahun 2016 dengan target penyaluran sebesar 120 Trilyun rupiah dan 7 persen pada tahun 2017 mendatang.

Dalam kebijakan KUR yang baru,  Keputusan Presiden (Keppres) No. 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil Jo Keppres No. 19 Tahun 2015 terutama pasal 8 mengatur  mengenai subsidi bunga dan fasilitas lainya yang akan dinikmati pihak bank yang diatur selanjutnya dengan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) dengan memperhatikan Peraturan Menteri Perekonomian (Permenko) No. 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR. Kalau kebijakan sebelumnya Pemerintah hanya berikan penjaminan terhadap non-performing loan (NPL) KUR melalui dua lembaga penjaminan Jamkrindo dan Askrindo, pada skema yang baru pemerintah juga berikan subsidi bunga pada bank penyalur hingga sebesar 3-12 persen. 

Dalam kebijakan KUR ini pihak bank memang menyalurkan uangnya sendiri dan semua sangat tergantung dari mereka. Namun pihak bank penyalur utama terutama bank BUMN seperti BRI, Mandiri dan BNI akan menikmati berbagai keuntungan dalam jangka pendek berupa subsidi bunga hingga 3-12 persen dari dana milik masyarakat dari sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditambah dengan tanggungan resiko yang kecil karena dana penjaminan yang didukung oleh pemerintah melalui Jamkrindo dan ASKRINDO terhadap NPL yang disalurkan hingga 80 persen dari APBN.

Membunuh LKM dan Koperasi

Kebijakan KUR ini tentu akan memberikan dampak signifikan bagi perkembangan Koperasi Kredit, Koperasi Simpan Pinjam, serta Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pada umumnya.  Apalagi lembaga keuangan non bank diatas selama memang tidak banyak mendapatkan perlindungan dan fasilitas yang memadai dibandingan dengan lembaga perbankkan umum.  Dimana mereka dapat menggali dana murah dengan skema penjaminan Lembaga Penjaminan Simpanan, diberikan fasilitas dana pentalangan (bailout) ketika menghadapi krisis keuangan, serta fasilitas regulasi dan kebijakan lainya.

Pangsa pasar koperasi dan LKM perlahan tentu akan tersedot ke sektor perbankkan dan seperti seekor katak yang ditaruh dalam cawan penuh air yang dipanasi.  Perlahan dengan meningkatnya suhu air yang dipanasi oleh pemerintah akan membuat sektor koperasi keuangan dan LKM urat sarafnya akan mati perlahan dan pada saatnya akan habis ditelan oleh perbankkan yang diberikan stimulasi kebijakan dalam banyak hal termasuk dukungan modal penyertaaan maupun dana penempatan di bank. Ditambah sistem governance dari bank yang memang dijaga ketat oleh Pemerintah.    

Kesalahan Fundamental

Lantas apa salahnya ketika terutama usaha mikro dan kecil itu dapat mengakses kredit murah dari perbankkan?.  Skema penurunan suku bunga itu memang tidak salah dan memang rezim suku bunga murah ini memang musti didukung.  Hanya saja, ada kesalahan funamental yang terjadi yang dijadikan dasar dari penurunan suku bunga yang dramanya dimulai dengan kekagetan dari Pak Yusuf Kalla terhadap suku bunga KUR yang tinggi. 

Suku bunga murah itu sendiri merusak sistem perbankkan yang khitohnya mengejar keuntungan.  Ini sudah jadi mashab dari sektor perbankkan kita baik itu Bank milik negara maupun swasta.  Ini dapat dilihat dari regulasinya baik UU BUMN, UU Persero maupun UU Perbankkan itu sendiri. Menurut Profesor Dawam, ini merupakan aksi bunuh diri untuk bank itu sendiri yang khitohnya mengejar keuntungan.  Selain menurut saya hal ini secara tidak langsung juga merusak moral bankir karena dininabobokkan oleh fasilitas yang berlebihan diterima oleh bank.

Solusi Strategis Melalui Koperasi

Kebijakan KUR dan rezim bunga murah adalah baik. Namun mustinya penurunan suku bunga ini secara teori dibangun dari pengembangan basis sektor rielnya terlebih dahulu. Bukan sebaliknya, suku bunga diturunkan “paksa” yang pada akhirnya menggencet pangsa pasar dan kelembagaan koperasi dan LKM.  Ini bukan hanya masalah kucing berwarna apa untuk berikan solusi.  Tapi musti dilihat bagaimana bisa kucing menangkap tikusnya dan agar keucingnya tidak mati kelaparan.

Mustinya sektor usaha mikro dan kecil serta koperasi sebagai backbound-nya itu diakselerasi terlebih dahulu dengan agenda reformasi yang jelas. Dengan bergerakknya sektor riel barulah kemudian suku bunga itu akan turun dengan alamiah. 

Statistik koperasi kita yang mustinya diperankan di sektor riel ekonomi rakyat saat ini kondisinya masih sangat memprihatinkan.  Secara statistik saja sudah terbalik.  Kalau statistik dunia menunjukkan angka 95 persen itu bergerak di sektor pangan dan energi (domestik), koperasi kita tunjukkan statistik sebaliknya, justru 92 persen berada dalam sektor keuangan.  Ini butuh reformasi total yang bukan hanya jadi slogan.

Agenda reformasi koperasi yang diperlukan tindakkan cepat adalah pembubaran koperasi papan nama yang jumlahnya 71 persen dari total 212.467  Pembubaran dilakukan secara kongkrit dan diumumkan dalam lembar berita acara negara.  Kemudian promosikan secara luas fungsi dan manfaat koperasi serta keunggulannya. Konsolidasikan usaha-usaha koperasi sektor riel dengan berikan perintah pembiayaan KUR ke sektor riel melalui isntrumen kelembagaan koperasi, bukan bank.  Kenapa? karena fungsi dari koperasi memang untuk menciptakan benefit bagi anggota dan masyarakat bukan untuk mengejar keuntungan seperti bank. 

Suku bunga akan turun dengan sendirinya karena ditopang oleh sektor riel yang kuat, dan fundamental ekonomi kita akan kuat karena sektor domestik terutama pangan dan energi kita penuhi sendiri.  Ini yang ditulis dalam Nawacita bukan? Atau sudah kita lupakan?

Jakarta, 24 Juli 2016
Suroto, Ketua Umum AKSES, Ketua Umum KOSAKTI, alumni Unsoed.



 
     












Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: #koperasiitukita, Wacana
Tags : #koperasiitukita , Wacana
Unknown

3 komentar:

  1. Mh Firdaus2 Agustus 2016 21.28

    Mantab....bro suroto...sang ideolog kooperasi...

    BalasHapus
    Balasan
      Balas
  2. Mh Firdaus2 Agustus 2016 21.28

    Mantab....bro suroto...sang ideolog kooperasi...

    BalasHapus
    Balasan
      Balas
  3. Desaku Bhua8 Januari 2018 11.25

    Saya suka..mencerahkan

    BalasHapus
    Balasan
      Balas
Tambahkan komentar
Muat yang lain...

Langganan: Posting Komentar (Atom)
Error 404 - Not Found
Sorry, but you are looking for something that isn't here.

Fan Page

Snapshoot

Suroto nama saya. Dari nama saja orang pasti bisa tebak saya orang Jawa. Klaten, tepatnya. Nama saya hanya tersusun satu kata. Saban kali cek imigrasi, selalu saja bermasalah. Saya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman atawa Unsoed. Itu terletak di Kota Purwokerto. Kota pertama koperasi lahir di Indonesia. Boleh jadi tuah kota inilah yang membuat saya sampai sekarang concern di gerakan koperasi.

Ruang aktivitas saya di Jakarta, Indonesia. Teman-teman mempercayakan saya untuk memimpin beberapa organisasi. Ada Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) Indonesia. Lalu Induk Koperasi Konsumsi Indonesia (IKKI) dan terakhir saya dipilih sebagai Ketua Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi. Sebelum di Jakarta dulu saya mengembangkan koperasi di Purwokerto, Kopkun, namanya.

Orang bilang kalau ngomong saya ndakik-ndakik. Padahal saya juga menyenangi novel dan beberapa kali menulis cerpen dan puisi. Tentu yang paling kentara dari hobi saya, ya, diskusi. Seminggu tidak diskusi bisa pusing rasanya. Hehe..

Lagi-lagi orang bilang saya utopis. Saya mencita-citakan demokrasi tak hanya di ruang politik, tapi ekonomi juga. Tentu yang saya maksud adalah Demokrasi Ekonomi. Agar orang banyak bisa memiliki penghidupan dan kekayaan dengan cara yang bermartabat. Eksploitasi satu terhadap manusia yang lain adalah kejahatan. Itulah keyakinan yang saya perjuangkan lewat koperasi.

Follow me!

Tweets by @surotobravo

Popular Posts

  • LSP2I in Media
  • GROUP TUKANG BECAK “PERJAKA” Semangat Kecil Bebas Dari Rentenir
  • Ekonomi Berbagi dan Kamuflase Ekonomi Kapitalis
  • Strategi Baru Pengembangan Koperasi Konsumen Di Indonesia
  • Mewujudkan Koperasi yang Ideal Menuju Demokrasi Ekonomi Kerakyatan

Labels

  • Cerpen Puisi
  • Opini Media
  • Regulasi
  • Video
  • Wacana

Follow by Email

Suroto.net

Suroto.net merupakan personal
blog yang menghimpun pemikiran-pemikiran progresif perkoperasian, demokrasi ekonomi dan isu-isu sosial ekonomi strategis lainnya. Suroto.net adalah jejak dari beragam gagasan dan praktik yang dibangun Suroto sebagai Aktivis Gerakan Koperasi di tanah air.

Blog ini dikelola oleh Tim Media Suroto.net. Terimakasih.

SUBSCRIBE

Subscribe Here

Sign up and we will deliver to you!

CONTACT US

Anda bisa berkomunikasi dan korespondensi langsung dengan Suroto.

+62-81548823229

suroto.ideas@gmail.com

http://kosakti.id

Gedung Inkopdit Lantai 1, Jl. Gunung Sahari III No. 11 B, Jakarta Pusat, Indonesia

CONTACT FORM

Nama

Email *

Pesan *

© 2016 Suroto.net | Developed by: LingkarMaya